Analisis Teknikal

Dolar AS Ngamuk! Awas Rupiah Kembali ke Atas Rp 14.000/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 January 2021 08:50
Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tipis 0,07% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 13.890/US$ Kamis kemarin, Indeks dolar AS yang bangkit dari level terendah sejak Maret 2018 memberikan tekanan bagi rupiah.

Kabar buruknya, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut kembali naik 0,33% kemarin, dan berisiko membawa rupiah kembali melemah pada perdagangan hari ini, Jumat (8/1/2021).

Ekspektasi bangkitnya perekonomian AS di tahun ini, serta kenaikan yield obligasi (Treasury) AS menjadi pemicu bangkitnya indeks dolar AS. Selain itu, pernyataan para pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menunjukkan optimisme pemulihan ekonomi membuat dolar AS "mengamuk".

"Saya terdorong untuk melihat peningkatan indikator ekspektasi inflasi... Itu yang berusaha kami bantu" kata Thomas Barkin, Presiden The Fed Richmond dalam wawancara degan Reuters Kamis kemarin.

Di tempat berbeda, Presiden The Fed St. Louis, James Bullard mengatakan semua faktor yang akan memicu inflasi sudah ada, dari kebijakan moneter dan fiskal. Bullard mengatakan saat ini kebijakan fiskal sangat powerfull, dan kemungkinan akan ada tambahan lagi saat pemerintahan Joseph 'Joe' Biden.

Ekspektasi kenaikan inflasi tersebut memicu penguatan dolar AS, sebab jika inflasi terus melesat maka The Fed kemungkinan akan mempertimbangkan untuk mulai mengurangi nilai program pembelian asetnya (quantitative easing/QE) yang saat ini senilai US$ 120 miliar per bulan.

Meski tekanan bagi rupiah akan besar, bukan berarti tidak ada peluang menguat. Bursa saham AS (Wall Street) yang mencetak rekor tertinggi sepanjang masa mengindikasikan sentimen pelaku pasar sedang bagus.

Saat sentimen pelaku pasar sedang bagus, maka investasi akan dialirkan ke negara emerging market dengan imbal hasil tinggi seperti Indonesia, sehingga bisa menjadi modal bagi rupiah untuk menguat.

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR mendapat momentum penguatan setelah menembus ke bawah level psikologis Rp 14.000/US$ di pembukaan perdagangan 2021.

Tanda-tanda penguatan rupiah sudah terlihat sejak November 2020 lalu, setelahnya terjadi death cross alias perpotongan rerata pergerakan 50 hari (moving average/MA 50), 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.

Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Sementara itu, indikator stochastic pada grafik harian berada di wilayah jenuh jual (oversold).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Stochastic yang berada di wilayah oversold berarti ada risiko koreksi rupiah.

Resisten terdekat berada di kisaran Rp 13.900/US$, jika ditembus dan tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah ke Rp 13.930/US$ (level terlemah 4 Januari). Rupiah berisiko melemah ke Rp 14.000/US$ bahkan lebih jauh lagi jika Rp 13.930/US$ juga dilewati.

Sementara itu selama tertahan di bawah Rp 13.900/US$ rupiah berpeluang kembali menguat ke Rp 13.855/US$ (level terkuat 4 Januari). Jika level tersebut ditembus, Mata Uang Garuda berpeluang menguat menuju Rp 14.800/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular