Rupiah Sudah RPM Tinggi, Istirahat Dulu Lah!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 January 2021 15:28
rupiah
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Faktor domestik maupun eksternal sedang kurang kondusif sehingga rupiah sulit menguat.

Pada Selasa (5/1/2021), US$ 1 dibanderol Rp 13.900 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kala pembukaan pasar, rupiah masih bisa menguat tipis 0,04%. Namun itu tidak lama, beberapa menit kemudian mata uang Tanah Air masuk jalur merah.

Pergerakan rupiah hari ini tipis-tipis saja. Posisi terkuat rupiah ada di Rp 13.880/US$ sedangkan terlemahnya Rp 13.915/US$.

Sementara mata uang utama Asia lainnya bergerak variatif di hadapan dolar AS. Tidak cuma rupiah, mata uang yang juga melemah adalah yuan China, rupee India, won Korea Selatan, ringgit Malaysia, dan peso Filipina.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 15:05 WIB:

Kemarin, rupiah menguat tajam lebih dari 1% di hadapan dolar AS. Hampir seluruh mata uang Asia juga menguat, tetapi tidak ada yang setajam rupiah.

Mata uang Tanah Air memang cenderung perkasa belakangan ini. Dalam sebulan terakhir, rupiah terapresiasi 1,38% di hadapan greenback. Sejak awal kuartal IV-2020, penguatan rupiah mencapai lebih dari 2%. Laju rupiah sudah begitu cepat.

Ini membuat rupiah rentan terserang ambil untung. Sebab rupiah bisa dinilai sudah kelewat 'mahal' dan sebaliknya dolar AS terlalu 'murah'. Dengan nilai rupiah yang lebih sedikit bisa mendapat dolar AS dalam jumlah lebih banyak.

Akibatnya, pelaku pasar pun berbalik berburu dolar AS. Mumpung sedang murah, siapa yang tidak mau mengoleksi mata uang Negeri Paman Sam? Aksi pelepasan ini membikin rupiah melemah.

Selain itu, investor agak cemas dengan perkembangan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sehingga memilih bermain aman. Di Inggris, pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson memutuskan penerapan karantina wilayah (lockdown) berskala nasional mulai Senin pekan ini.

"Saat saya berbicara dengan Anda semua malam ini, rumah sakit kita dalam tekanan besar, lebih berat dibandingkan masa awal pandemi. Dengan sebagian besar wilayah sudah menerapkan pembatasan ketat, sudah jelas bahwa kita harus mengambil langkah bersama untuk mengatasi virus corona varian baru ini.

"Oleh karena itu, kita harus memasuki lockdown skala nasional yang diharapkan mampu mengatasi penyebaran virus varian baru. Pemerintah meminta Anda semua untuk tetap di rumah," kata Johnson dalam pidato yang disiarkan televisi nasional, sebagaimana diwartakan Reuters.

Kebijakan ini membuat aktivitas non-esensial ditutup sementara. Murid-murid sekolah dasar dan menengah harus kembali belajar di rumah, ujian akhir sepertinya tidak bisa digelar pada tengah tahun.

Varian baru virus corona yang merebak di Inggris membuat jumlah kasus membumbung tinggi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di Negeri John Bull per 4 Januari 2021 adalah 2.654.783 orang. Bertambah 54.990 (2,12%) dibandingkan sehari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir (22 Desember 2020-4 Januari 2021), rata-rata pasien positif bertambah 43.902 orang per hari. Melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan 14 hari sebelumnya yaitu 22.626 orang setiap harinya.

Virus corona varian baru itu disebut-sebut 70% lebih menular dibandingkan sebelumnya. Sayangnya, virus ini sudah ditemukan di negara-negara lain. Bukan tidak mungkin kejadian serupa seperti di Inggris bakal dialami oleh negara-negara tersebut.

Dalam cuitan di Twitter, Gubernur New York Andrew Cuomo mengungkapkan sudah ada kasus pertama corona jenis baru di negara bagian yang dipimpinnya. Pasien itu berasal dari daerah Saratoga, tanpa riwayat perjalanan (apalagi ke Inggris).

Perkembangan ini membuat investor (dan seluruh dunia) cemas. Jangan-jangan dunia bakal mengalami 'masa kegelapan' seperti tahun lalu, lockdown di mana-mana yang membuat ekonomi masuk ke masa resesi.

Akibatnya, investor memilih bermain aman dengan menghindari aset-aset berisiko. Mata uang Asia pun berguguran, tidak terkecuali rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Dolar AS Balas Dendam, Rupiah Dibikin KO Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular