Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Tidak cuma di hadapan dolar AS, rupiah pun tidak berdaya menghadap dua dolar lainnya.
Pada Selasa (5/1/2021) pukul 10:15 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 13.900. Rupiah melemah 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah masih bisa menguat tipis 0,04%. Namun seiring perjalanan, rupiah masuk jalur merah meski depresiasinya relatif terbatas.
Kemudian AU$ 1 dihargai Rp 10.712.73. Di hadapan mata uang Negeri Kanguru, rupiah melemah 0,67%.
Sementara SG$ 1 dibanderol Rp 10.547,08. Rupiah terdepresiasi 0,34% di hadapan mata uang Negeri Singa.
Sepertinya koreksi rupiah di hadapan berbagai mata uang tersebut lebih karena faktor teknikal. Maklum, belakangan ini rupiah dalam tren menguat.
Dalam sebulan terakhir, rupiah menguat 1,28% di hadapan dolar AS. Sedangkan terhadap dolar Australia dan Singapura, rupiah terapresiasi masing-masing 2,54% dan 0,19%.
Oleh karena itu, tentu akan tiba masanya investor bakal mencairkan keuntungan. Sekarang butuh rupiah yang lebih sedikit untuk mendapatkan valas yang lebih banyak. Ini membuat pelaku pasar tergiur sehingga rupiah ramai-ramai dilepas demi menangguk cuan.
Selain itu, pasar keuangan Indonesia juga diwarnai aksi jual. Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih Rp 4,76 miliar di pasar reguler pada pukul 10:24 WIB. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memang masih bisa menguat, tetapi tipis saja di 0,24%.
Laba investor di pasar saham memang sudah tebal. Dalam sebulan terakhir, IHSG masih menguat 2,38% secara point-to-point. Ini mengangkat valuasi IHSG menjadi hampir 19 kali, sehingga memancing investor untuk 'jualan'.
Di pasar obligasi negara, imbal hasil (yield) bergerak naik di hampir selurh tenor. Paling mencolok ada di tenor 15 tahun di mana yield naik 7,2 basis poin (bps).
Kenaikan yield menandakan harga obligasi turun karena tekanan jual. Seperti halnya di pasar saham, harga obligasi pun sudah naik tajam. Dalam sebulan terakhir, yield Surat Berharga Negara (SBN) seri acuan tenor 10 tahun sudah anjlok 24,8 bps.
So, wajar saja kalau harga aset-aset keuangan Indonesia terkoreksi karena memang sudah naik tinggi. Investor juga manusia, kalau memang ada peluang cuan mengapa tidak dimanfaatkan? Walau akibatnya rupiah harus melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA