Arab-Rusia Cekcok Soal Produksi, Harga Minyak Drop

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
05 January 2021 08:50
Two persons pass the logo of the Organization of the Petroleoum Exporting Countries (OPEC) in front of OPEC's headquarters in Vienna, Austria June 19, 2018.   REUTERS/Leonhard Foeger
Foto: REUTERS/Leonhard Foeger

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada hari kedua perdagangan tahun 2021, harga kontrak futures (berjangka) minyak mentah mengalami koreksi akibat kabar tak sedap yang datang dari para kartel minyak global yang tergabung dalam OPEC+.

Harga kontrak Brent ditutup mengalami penurunan 1,27% ke US$ 51,09/barel, sementara untuk kontrak West Texas Intermediate (WTI) turun 0,13% ke US$ 47,56/barel pada perdagangan pagi Selasa (5/1/2021).

Pagi tadi, tiga indeks saham acuan bursa New York ditutup ambles lebih dari 1%. Indeks S&P 500 turun 1,48%. Dow Jones Industrial terkoreksi 1,25% dan Nasdaq Composite terpangkas 1,47%. 

Reli harga saham di AS yang terjadi sejak September 2020 harus dilanjutkan dengan koreksi di awal tahun 2021. Pasar memang membutuhkan koreksi yang sehat setelah reli kencang. 

Namun penurunan harga saham juga menjadi sentimen negatif bagi harga minyak. Harga minyak dan saham sering dijadikan sebagai indikator dalam memproyeksikan perekonomian ke depan.

Makin merebaknya pandemi Covid-19 di berbagai negara masih menjadi risiko besar bagi pemulihan ekonomi tahun ini. Kasus Covid-19 total di AS tembus angka 20 juta orang.

Inggris kembali mengetatkan lockdown sementara kasus di Jepang yang terus menanjak membuat Perdana Menteri Yoshihide Suga dilema. Reuters melaporkan, pemerintah Jepang sedang mempertimbangkan untuk mendeklarasikan keadaan darurat nasional.

Apabila kondisi buruk ini semakin meluas sehingga memantik aksi pengetatan mobilitas, maka permintaan minyak akan semakin tertekan. Periode pemulihan akan berjalan lambat dan ekonomi dalam ancaman.

Di sisi pasokan, para produsen yang tergabung dalam OPEC+ juga belum mencapai kesepakatan terkait kebijakan produksinya bulan Februari. OPEC+ dikabarkan bakal melanjutkan pertemuannya hari ini.

Arab Saudi sebagai pemimpin de facto OPEC kekeuh untuk tidak menambah pasokan ke pasar melihat kondisi global masih memungkinkan. Namun pandangan Arab Saudi berbeda dengan Rusia yang menginginkan adanya tambahan pasokan sebesar 500 ribu barel per hari (bph) pada Februari nanti.

Apabila para kartel tak segera mencapai kata sepakat, atau bahkan terjadi perselisihan antara Arab dan Rusia seperti pada periode Maret-April lalu, harga minyak berpotensi mengalami tekanan yang besar. 

"Apa pun bisa terjadi, tetapi Rusia mungkin tidak ingin kehilangan muka dan menyerah begitu saja. Sepertinya kita akan melihat negosiasi yang panjang," kata Bjornar Tonhaugen, kepala pasar minyak di Rystad Energy kepada Reuters.

Pada awalnya OPEC+ memangkas output sebesar 9,7 juta barel per hari (bph), kemudian ketika outlook membaik para kartel tersebut memangkas produksinya sebesar 9,7 juta bph mulai Juli-Desember. Pada Januari ini produksi OPEC+ dinaikkan sebanyak 500 ribu bph sehingga produksi yang dipangkas tinggal 7,2 juta bph.

Mohammad Barkindo selaku Sekretaris Jenderal OPEC mengatakan, permintaan minyak global akan dipimpin oleh negara-negara berkembang di tahun 2021.

Permintaan diramal naik menjadi 95,9 juta bph tahun ini atau 5,9 juta bph lebih tinggi dibanding tahun 2020 sebagai akibat dari ekonomi global yang diperkirakan tumbuh sebesar 4,4%.

Meski pengembangan vaksin virus Corona berhasil memantik optimisme pasar, tetapi kenaikan permintaan tersebut masih belum mampu membawa konsumsi ke level pra pandemi sekitar 100 juta bph.

Perkiraan OPEC pada Desember terbaru lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 6,25 juta bph pada 2021 karena dampak pandemi virus corona yang masih tersisa. Kendati ekonomi bisa bangkit tetapi tidak terjadi secara merata ke semua sektor.

Beberapa sektor yang terkait dengan mobilitas publik seperti transportasi dan pariwisata masih akan terpuruk dan butuh waktu bertahun-tahun untuk pulih mencapai tingkat sebelum pandemi.

Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan oleh Reuters kepada 39 ekonom dan analis menunjukkan bahwa harga minyak khusus untuk Brent diperkirakan masih akan berada di kisaran US$ 50,7 per barel. Sedangkan untuk harga minyak mentah West Intermediate (WTI) diprediksi bergerak di kisaran US$ 47,45 per barel pada 2021.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aktivitas Bisnis AS Melambat, Harga Minyak Mentah Mendingin!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular