
Applause buat Rupiah! Tutup Pekan Terakhir 2020 dengan Manis

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2020 dalam hitungan jam akan berlalu, sementara perdagangan di pasar keuangan dalam negeri sudah mendahului berakhir pada Rabu (30/12/2020) kemarin. Artinya perdagangan di pekan terakhir 2020 hanya berlangsung selama 3 hari.
Meski singkat, namun rupiah mampu menutup pekan ini dengan manis. Mata Uang Garuda mencetak penguatan 0,8% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.040/US$.
Dibandingkan mata uang utama Asia lainnya, penguatan rupiah tersebut juga lumayan terbesar. Rupiah hanya kalah dari won Korea Selatan dan ringgit Malaysia yang menguat lebih dari 1%.
Meski beberapa mata uang masih diperdagangkan hari ini, seperti yuan China, dan yen Jepang, tetapi posisi rupiah masih cukup tinggi di atas.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia sepanjang pekan ini.
Dolar AS memang sedang tertekan di pekan ini, sebabnya, aksi jual yang makin marak terjadi, terlihat dari data US Commodity Futures Trading Commission (CFTC) yang menunjukkan nilai posisi jual (short) terhadap dolar AS pada pekan yang berakhir 21 Desember 2020 sebesar US$ 30,15 miliar. Nilai tersebut merupakan yang tertinggi dalam tiga bulan terakhir.
Alhasil, indeks dolar AS kembali merosot, hingga siang ini berada di 89,716, merosot 0,31%. Level tersebut merupakan yang terendah sejak 19 April 2018.
Selain maraknya aksi jual, dolar AS juga sedang mendapat tekanan setelah Presiden AS, Donald Trump, di awal pekan menandatangani rancangan undang-undang (RUU) stimulus fiskal senilai US$ 900 miliar yang di-bundle dengan anggaran belanja pemerintah senilai US$ 1,4 triliun.
Dengan ditekennya RUU tersebut menjadi undang-undang, artinya pemerintahan AS terhindar dari shutdown, yang membuat sentimen pelaku pasar kembali membaik.
Selain itu, dengan cairnya stimulus fiskal, jumlah uang beredar di perekonomian AS akan bertambah, secara teori nilai tukar dolar AS akan melemah.
Tidak hanya di pekan ini, dolar AS juga diprediksi masih akan tertekan hingga 2 tahun ke depan.
Hasil survei terbaru dari Reuters terhadap 72 analis menunjukkan, sebanyak 39% memprediksi dolar AS akan melemah hingga 2 tahun ke depan. Persentase tersebut menjadi yang tertinggi dibandingkan prediksi lainnya. Sebanyak 10% bahkan memperkirakan dolar AS masih akan melemah lebih dari 2 tahun ke depan.
Sementara itu, 15% melihat pelemahan dolar AS hanya akan berlangsung kurang dari 3 bulan dan setelahnya mulai bangkit. 14% meramal pelemahan berlangsung kurang dari 6 bulan, dan 22% lainnya kurang dari 1 tahun.
Sehingga di tahun 2021, rupiah berpeluang membukukan penguatan melawan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS