Duh! Mutasi Virus Corona Inggris 'Gerogoti' Obligasi RI

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 December 2020 17:15
harga obligasi
Foto: Ilustrasi obligasi (CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi Indonesia melemah di pekan ini. Tercatat nyaris semua tenor masuk ke zona merah. Pekan ini terbilang singkat. Sebab perdagangan hanya berlangsung selama 3 hari lantaran Kamis dan Jumat lalu sudah libur dalam rangka Hari Raya Natal.

Sentimen pelaku pasar yang memburuk akibat mutasi virus corona di Inggris membuat aksi jual menerpa pasar keuangan Indonesia. Tetapi, jika dilihat ke belakang, aksi jual tersebut kemungkinan akibat ambil untung (profit taking) karena sudah mengalami penguatan lumayan besar dalam beberapa pekan terakhir.

Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun misalnya, pada pekan lalu berada di level terkuat dalam 7,5 tahun terakhir, berdasarkan data Refinitiv. Yield SBN tenor 10 tahun pekan lalu berada di level 5,976%, terendah sejak Mei 2013.

Untuk diketahui, pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat yield turun artinya harga sedang naik, begitu juga sebaliknya. Saat harga naik, artinya pasar obligasi sedang menguat.

Sementara di pekan ini, yield SBN tenor 10 tahun mengalami pelemahan 12,1 basis poin (bps) menjadi 6,097%.

Dari semua tenor SBN, hanya tenor 25 tahun yang mengalami penguatan, itu pun tipis 0,5 bps ke 7,321%.

Sejak awal pekan sentimen pelaku pasar sebenarnya kurang bagus, bahkan bisa dikatakan buruk akibat mutasi virus corona di Inggris yang dilaporkan lebih mudah menyebar.

Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengumumkan temuan varian baru virus corona bernama VUI 202012/01 atau dalam klaster pohon filogenetiknya (pohon kekerabatan berdasarkan data genetik) disebut sebagai varian B.1.1.7.

Varian baru virus corona baru penyebab Covid-19 tersebut dikabarkan memiliki 70% peluang penularan lebih tinggi ketimbang strain awalnya. Akibatnya, banyak negara-negara yang menutup perbatasannya dengan Inggris.

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah mengidentifikasi virus ini di Denmark, Belanda, dan Australia.

Inggris sendiri sudah memperketat pembatasan sosial sejak Rabu pekan lalu. Ibu kota Inggris dan sejumlah kota kini dalam status 'high alert' dan akan dikenakan status level tiga yang lebih ketat.

Selain mutasi tersebut, lonjakan kasus penyakit akibat Covid-19 memang sudah terjadi dalam beberapa bulan terakhir, yang membuat pembatasan sosial kembali diketatkan di berbagai negara.

Jerman, negara dengan nilai ekonomi terbesar di Eropa sudah mulai melakukan pengetatan pembatasan sosial sejak Rabu pekan lalu.

Kanselir Angela Merkel mengatakan Jerman bakal menutup sebagian besar toko dan mempersingkat musim belanja Natal.

"Saya akan mengharapkan tindakan yang lebih ringan. Tetapi karena belanja Natal, jumlah kontak sosial telah meningkat pesat... Ada kebutuhan mendesak untuk mengambil tindakan," kata Merkel kepada wartawan, dikutip dari CNBC International.

Toko-toko penting seperti supermarket, apotek, dan bank masih tetap buka. Sementara salon rambut, salon kecantikan, dan salon tato harus ditutup.

Sekolah juga ditutup, dan pemberi kerja diminta untuk menutup operasi atau menyuruh karyawan bekerja dari rumah. Penjualan kembang api juga akan dilarang menjelang Malam Tahun Baru.

Sebelumnya Jerman kini sudah mengisolasi sebagian sektor seperti bar dan restoran dalam enam minggu terakhir.

Negara-negara lainnya di Benua Biru hingga beberapa negara Asia, bahkan di New York Amerika Serikat (AS) juga melakukan hal yang sama. Bisnis non esensial di New York sudah ditutup dalam beberapa pekan terakhir. Gubernur New York, Andrew Cuomo, bahkan mengatakan penutupan tersebut bisa saja berlangsung hingga bulan Januari nanti akibat lonjakan kasus Covid-19.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular