
Asabri Rugi Sampai Rp 17 T, Apa Perbedaan dengan Jiwasraya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memutuskan untuk menyerahkan penyelesaian kasus PT Asabri (Persero) kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) setelah sebelumnya kasus ini ditangani oleh kepolisian.
Dari hasil audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) nilai kerugian perusahaan tersebut mencapai Rp 17 triliun.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan penyerahan kasus ini kepada Kejagung dilakukan lantaran sebelumnya Kejagung berhasil menyelesaikan korupsi yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
"Ya tentu hasil audit BPKP yang sudah ada itu tentu sebelum direksi yang baru. Nah tetapi tadi seperti yang disampaikan pak jaksa agung yang penting kita juga me-mapping daripada korupsi ini dan aset-asetnya karena tetep kita harus menjaga kesinambungan dengan berjalannya Asabri kan kita harus jaga, jangan sampai nanti ada perusahaan yang tidak kuat berjalan lagi," kata Erick di Gedung Kejaksaan Agung, Selasa (22/12/2020).
Lebih lanjut, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan Kejagung akan berkoordinasi dengan kepolisian untuk penanganan kasus ini. Penyelesaian kasus ini dipegang Kejagung lantaran diduga tersangka yang terlibat masih sama dengan kasus yang terjadi pada Jiwasraya.
"Dugaan calon tersangkanya itu hampir sama antara JS dan Asabri. Jadi kenapa kami diminta untuk menangani karena ini ada kesamaan dan tentunya kami bisa petakan tentang permasalahan ini," terangnya di kesempatan yang sama.
Lalu dari mana kerugian mencapai Rp 17 triliun tersebut berasal?
Berdasarkan paparan mantan Direktur Utama Asabri Sonny Widjaja pada awal tahun ini di parlemen, disebutkan bahwa perusahaan ini masih mengalami risk base capital (RBC) yang masih negatif.
Pada 2019, RBC Asabri tercatat minus 571% dan sampai 2020 masih negatif, dengan kondisi liabilitas yang sama dan nilai aset yang menurun drastis.
Kondisi tersebut disebabkan karena adanya piutang yang belum dibayarkan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro kepada Asabri. Padahal piutang ini sudah ditagih sejak pertengahan tahun lalu.
Untuk diketahui, Heru dan Benny merupakan tersangka dalam kasus korupsi di Jiwasraya saat ini telah diputuskan hukumannya baik hukuman kurungan hingga harus membayarkan sejumlah kerugian negara.
Sonny menyebut utang kedua orang ini mencapai Rp 10,9 triliun dan telah mendapatkan komitmen untuk pembayaran utang tersebut.
Ini merupakan bagian dari langkah-langkah yang akan ditempuh untuk memulihkan atau recovery penurunan nilai aset.
Penurunan nilai aset yang dimaksud adalah dari penempatan investasi yang dilakukan oleh Asabri di saham perusahaan milik kedua orang tersebut.
"Paling besar punya HH sama BT. Underwriting saham negatif itu sejak 2010. Agresif tapi kondisi pasar nggak bagus jadi negatif dan penurunan nilai saham pesat," kata Sonny di ruang rapat Komisi VI DPR RI, Rabu (19/2/2020).
Dalam slide paparan yang waktu disampaikannya, terdapat alokasi investasi Asabri. Antara lain ke deposito sebanyak Rp 641 miliar atau 7,23%, lalu obligasi Rp 2,75 triliun sebesar 31,04%, reksa dana senilai Rp 4,08 triliun atau 46,03%, saham Rp 1,29 triliun atau 14,46%, DIRE senilai Rp 121 miliar atau 1,36%, KIK-EBA senilai Rp 27 miliar atau 0,3% dan DINFRA senilai Rp 75 miliar atau 0,58%.
"Perlu peningkatan aset Rp 7 triliun (agar) sampai 100% dan Rp 7,2 triliun agar (RBC) sampai 120% karena unreal loss tinggi sedang liabilitas lebih tinggi dari aset," jelasnya.
Kementerian telah menyoroti soal pengelolaan investasi Asabri, setelah kasus mega skandal Jiwasraya terkuak.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo saat itu mengatakan memang ada kerugian dari portofolio investasi saham yang dibenamkan oleh Asabri.
Adapun kala itu nilai kerugian yang diduga menembus Rp 10 triliun masih dikaji.
"Nilainya sedang kita kaji, kita lihat karena kan nilainya bergerak terus. Tapi memang ada benturan nilai di investasi sahamnya. Kita lagi teliti, kita lagi investigasi dengan BPK [Badan Pemeriksa Keuangan] jadi belum, dari mulai kapannya, tapi udah cukup lama kayaknya [merugi investasi]," kata dia di Jakarta, Senin (13/1/2020).
"Ya itu [kerugian dari saham] nama-nama yang beredar itu nama sahamnya, udah pada tahu juga kan," tegas mantan Dirut PT Bank Mandiri Tbk ini.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 3 Kasus Mega Korupsi Raksasa Terbesar RI