
Stimulus US$ 900 M Cair, Rupiah Tembus Rp 13.000-an/US$ Nih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tipis 0,07% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.080/US$ sepanjang pekan lalu, padahal dolar AS sedang mengalami tekanan.
Tertekannya dolar AS terlihat dari indeksnya yang terus merosot. Sepanjang pekan ini, indeks dolar AS merosot lebih dari 1% ke 90.,016. Bahkan sebelumnya sempat turun ke bawah 90 untuk pertama kalinya sejak April 2018. Tekanan terhadap dolar AS datang dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan ekspektasi stimulus fiskal di AS.
The Fed berkomitmen untuk menjalankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) dengan nilai setidaknya US$ 120 miliar per bulan, sampai pasar tenaga kerja AS kembali mencapai full employment dan inflasi konsisten di atas 2%.
Artinya kebijakan moneter ultra longgar masih akan dipertahankan dalam waktu yang lama. The Fed juga menegaskan akan menambah nilai QE jika perekonomian AS kembali melambat.
Sementara itu, pasar berekspektasi stimulus fiskal akan cair pada pekan lalu. Meski ekspektasi tersebut tidak terwujud, tetapi kabar baik datang dari AS Minggu waktu setempat. Kongres AS telah mengatasi perbedaan politik mengenai kesepakatan stimulus senilai US$ 900 miliar. yang memasukkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) senilai US$ 600 per orang.
Paket tersebut juga memasukkan bantuan untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) senilai US$ 300 miliar dan tambahan dana klaim tunjangan pengangguran senilai US$ 300 per pekan, yang saat ini dinikmati 12 juta orang pengangguran.
Proposal stimulus tersebut akan di-voting paling cepat pada Minggu malam waktu AS, artinya Senin pagi waktu Indonesia.
Stimulus moneter dan fiskal membuat jumlah uang yang beredar di perekonomian bertambah, sehingga nilai tukar dolar AS melemah.
Hal ini bisa menjadi modal bagi rupiah untuk menguat di pekan ini, dan menembus lagi ke bawah Rp 14.000/US$ atau ke level Rp 13.000-an/US$, meski perdagangan di pekan ini akan berlangsung singkat sebab ada libur Natal pada 24 an 25 Desember.
Dengan cairnya stimulus fiskal tersebut sentimen pelaku pasar juga bisa semakin membaik, dan mengalirkan investasinya ke negara emerging market dengan imbal hasil tinggi, seperti Indonesia, sehingga menjadi modal bagi rupiah untuk menguat.
Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan mengingat rupiah bergerak tipis-tipis beberapa hari terakhir. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih dekat level psikologis Rp 14.000/US$.
Rupiah masih jauh di bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average/MA 50), 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200), sehingga momentum penguatan masih ada.
Sementara itu, indikator stochastic pada grafik harian mulai masuk wilayah jenuh jual (oversold).
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic sudah keluar dari wilayah oversold yang berarti terkanan pelemahan rupiah mulai berkurang.
Support terdekat di kisaran kisaran Rp 14.050/US$ penembusan konsisten bawah level tersebut akan membawa rupiah menguat ke level psikologis Rp 14.000/US$.
Jika level psikologis tersebut ditembus, rupiah berpotensi menuju level Rp 13.810/US$ sebelum akhir tahun.
Sementara itu, resisten berada di kisaran Rp 14.130/US$, jika ditembus dan tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah lebih jauh ke Rp 14.150/US$, sebelum menuju Rp 14.200/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'
