Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Namun mata uang Tanah Air masih bimbang menentukan arah di perdagangan pasar spot.
Pada Kamis (17/12/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.152. Rupiah melemah tipis hampir flat di 0,01% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Di 'arena' pasar spot, langkah rupiah masih maju-mundur. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.090, sama persis dengan penutupan perdagangan kemarin alias stagnan.
Sejatinya rupiah mengawali hari juga dengan stagnasi. Beberapa menit kemudian rupiah bisa menguat tipis, tetapi itu tidak lama dan mata uang Ibu Pertiwi kini stagnan lagi.
Sepertinya pergerakan rupiah akan ditentukan oleh Bank Indonesia (BI). Hari ini, BI akan mengumumkan hasil RapatDewan Gubernur (RDG) edisi Desember 2020, di mana pasar menduga suku bunga acuan tetap bertahan di 3,75%.
Namun konsensus yang terbentuk tidak bulat. Citi memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate turun 25 basis poin (bps) menjadi 3,5%.
Ruang penurunan suku bunga acuan memang ada. Laju inflasi nasional sangat lemah, per November 2020 hanya 1,24% year-to-date dan 1,59% year-on-year. Masih di bawah target BI yaitu 2-4%.
Rupiah pun relatif aman, karena kebutuhan valas untuk impor berkurang seiring lemahnya permintaan domestik. Sejak akhir kuartal III-2020, rupiah perkasa dengan penguatan lebih dari 5% di hadapan dolar AS.
Masih adanya ruang untuk menurunkan suku bunga acuan membuat pelaku pasar gamang. Oleh karena itu, yang terbaik memang menunggu pengumuman dari MH Thamrin sebelum menentukan sikap.
Kegalauan rupiah patut disayangkan, karena para tetangga menguat di hadapan dolar AS. Hanya yuan China dan won Korea Selatan yang melemah.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:05 WIB:
Mayoritas mata uang utana Asia berhasil memanfaatkan tekanan yang terus saja dialami oleh dolar AS. Pada pukul 09:28 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,32%. Sejak akhir kuartal III-2020, indeks ini ambles hampir 4%.
Dini hari tadi waktu Indonesia, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) mengumumkan hasil rapat bulanannya. Suku bunga acuan diputuskan bertahan di 0-0,25%, terendah sepanjang sejarah.
Selain itu, The Fed juga merilis arah terbaru Federal Funds Rate ke depan. Kemungkinan suku bunga acuan baru akan naik paling cepat 2022. Itu pun kemungkinannya tipis karena hanya satu peserta rapat yang menilai suku bunga acuan perlu naik pada 2022.
 Sumber: FOMC |
Denga tren suku bunga rendah yang bertahan dalam hitungan tahun, berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS (terutama yang berpendapatan tetap) menjadi kurang menarik. Cuan yang diterima tidak akan tebal, malah mungkin negatif kalau memperhitungkan inflasi.
Ekspektasi terhadap rendahnya keuntungan membuat investor masih terus melepas dolar AS. Menurut catatan US Commidity Futures Trading Commission, posisi jual (short) terhadap dolar AS pada pekan yang berahir 8 Desember 2020 mencapai US$ 25,74 miliar. Ini menjadi posisi short tertinggi dalam lebih dari dua bulan terakhir.
"Dolar AS sudah menguat dalam dua tahun belakangan ini. Akhirnya investor mengubah posisi mereka menjadi short, dan ke depan tren dolar AS sepertinya masih akan bearish," kata Ryan Fitzmaurice, Senior Commodity Strategist d Rabobank, seperti dikutip dari Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA