
Kemarin Sempat Bangkit, Pagi ini Harga Minyak Berbalik Arah

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kontrak futures minyak drop pada pagi hari ini Kamis (3/12/2020) usai ditutup menguat pada perdagangan kemarin. Pelaku pasar masih menunggu keputusan terkait kebijakan produksi 2021 para kartel yang dikenal sebagai OPEC+.
Harga kontrak futures Brent turun 0,31% ke US$ 48,1/barel sedangkan untuk kontrak futures West Texas Intermediate (WTI) terpangkas 0,4% ke US$ 45,1/barel pada 09.20 WIB.
Sentimen yang membuat harga minyak menguat pada perdagangan kemarin berasal dari Inggris. Britania Raya disebut telah merestui penggunaan darurat vaksin Pfizer-BioNTech. Dengan begitu Inggris telah mendahului AS dan negara-negara Uni Eropa lainnya.
"Berita tentang persetujuan vaksin Inggris adalah apa yang dibutuhkan pasar minyak lebih dari apa pun untuk meningkatkan permintaan ... sisanya sebagian besar hanya kebisingan," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York kepada Reuters.
Menambah tekanan ke atas harga minyak adalah laporan resmi stok AS akhir pekan lalu. EIA mencatat stok minyak mentah AS yang berakhir pada 27 November mengalami penurunan sebesar 679 ribu barel.
Angka yang dilaporkan oleh EIA berbeda dengan yang dilaporkan oleh asosiasi industri (API) yang menyebut stok minyak mentah AS bertambah sampai lebih dari 4 juta barel.
Sementara itu dari sisi produksi EIA melaporkan output minyak AS meningkat 100 ribu barel per hari (bpd) minggu lalu dan kini berada di level tertinggi sejak bulan Mei lalu.
Pasar saat ini kembali menyorot OPEC+ yang awalnya disebut akan menggelar pertemuan hari Selasa tetapi diundur menjadi hari Kamis ini. Kabar yang beredar OPEC+ belum mencapai kesepakatan terkait kebijakan produksi minyak untuk tahun 2021.
Sebagai gambaran pakta pemangkasan produksi minyak sebesar 7,7 juta barel per hari (bph) atau setara dengan hampir 8% output global akan berakhir pada Desember ini. Per Januari 2021 OPEC+ hanya akan memangkas produksi sebanyak 5,7 juta bph. Namun ini adalah pakta awal.
Seiring dengan berjalannya waktu kondisi pun berubah. Banyak negara-negara barat yang dilanda gelombang kedua Covid-19 sehingga harus kembali memilih lockdown. Di tengah lesunya mobilitas pasar malah kebanjiran pasokan dari Libya.
Pasca pembukaan blokade ladang minyak Libya, output negara tersebut terus naik hingga 1,2 juta bph. Selain itu kebijakan pemangkasan produksi minyak Norwegia juga akan kadaluwarsa akhir tahun ini. Hal ini semakin menambah tekanan OPEC+ untuk menunda meningkatkan produksi.
Virus yang muncul kembali telah menyebabkan pembatasan perjalanan meningkat di seluruh Eropa dan AS dan surplus pasokan di pasar bisa setinggi 1,5 hingga 3 juta bph pada paruh pertama tahun depan. Skenario ini bisa terjadi jika OPEC+ tidak memperpanjang pemangkasan produksi minyak.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mesti Senang atau Sedih? Sepekan Harga Minyak Lompat 5%