Program PEN Penjaminan Kredit Korporasi Sepi Peminat, Why?

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
02 December 2020 19:25
Direktur utama ( dirut) Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo (dok Kementerian BUMN)
Foto: Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo (Dokumentasi Kementerian BUMN)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan salah satu program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) via perbankan, yaitu penjaminan kredit kepada korporasi masih sepi peminat.

Berdasarkan data Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) hingga akhir Oktober 2020, baru ada satu debitur yang turut serta dalam program itu dengan outstanding Rp 180 miliar.

Seperti diketahui, dasar hukum dari program itu adalah Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program PEN.

"Yang memang belum banyak itu penjaminan kredit korporasi. Karena memang kita lihat permasalahannya di korporasi sendiri demand-nya juga belum banyak," ujar Tiko, sapaan akrab Kartika, dalam webinar BUMN media talk dengan topik "Dukungan Perbankan untuk Ekonomi di Masa Pandemi" yang dilaksanakan pada Rabu (2/12/2020).

Ia pun mengungkapkan sedang mencari solusi bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan.

"Kira-kira 2021 itu nanti bentuk stimulus apa untuk korporasi sehingga perusahaan-perusahaan besar ini mulai mau untuk berinvestasi dan melakukan spending lagi. Ini sedang kita diskusikan dan sedang kita brainstorming dengan para direksi Himbara bagaimana program stimulus untuk sektor riil khususnya untuk korporasi ke depan ini," kata Tiko.

Sementara untuk program-program lain, menurut dia, sudah berjalan baik. Sebagai contoh penempatan dana pemerintah Rp 35 triliun dari Kemenkeu kepada Himbara.

"Ini saat ini sudah dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin dan sudah di-leverage sampai dengan empat kali Rp 150 triliun dan memang ini rasanya dengan likuiditas yang sekarang ada ke depan kita tidak perlu ada penambahan lagi dari penempatan dana pemerintah. Karena dana masyarakat sudah melimpah saat ini beda dengan situasi setahun yang lalu atau enam bulan yang lalu," ujar Tiko.

Subsidi bunga untuk debitur UMKM, KPR, dan KKB juga sudah berjalan meski masih terbatas. Berdasarkan data Himbara per Oktober 2020, total outsanding sudah Rp 4,76 triliun dengan debitur mencapai 7,38 juta.

Kemudian outstanding penjaminan kredit UMKM sudah mencapai Rp 9,77 triliun dengan debitur sebanyak 17 ribu.

"Saya rasa sangat baik. Tahun depan juga akan kita restorasi lagi karena saya rasa setelah pemulihan nanti pasti demand kredit di SME ini akan meningkat dan dengan adanya penjaminan ini risiko perbankan bisa kita minimalisasi," kata Tiko.

Kemudian outstanding bantuan produktif usaha mikro Rp 15,94 triliun dengan debitur 6,61 juta, outstanding kredit usaha rakyat super mikro Rp 5,21 triliun dengan debitur 590 ribu, dan outstanding subsidi gaji pekerja/buruh Rp 15,15 triliun dengan debitur 12,79 juta.

Lebih lanjut, Tiko bilang kalau restrukturisasi yang dilakukan Himbara sangat masif dengan nilai hampir Rp 490 triliun dari total secara nasional Rp 900 triliun.

"Jadi hampir 50%-60% dari restrukturisasi karena Covid-19 ini memang dilaksanakan di Himbara. Segmennya agak beda-beda kalau di BRI memang sangat masif di segmen menengah kecil kalau di Mandiri agak lebar karena dia ada di segmen wholesale cukup besar juga. BNI juga segmen wholesale-nya cukup besar," ujar Tiko.

"Jadi memang masing-masing bank punya karakter restrukturisasi berbeda-beda. BRI memang mungkin lebih cepat recover karena sektor UMKM dengan adanya berbagai stimulus di perdesaan dan di pertanian bisa recover lebih cepat dari sisi pertumbuhan kreditnya," lanjutnya.


(miq/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BUMN Akan Dirampingkan Jadi Kurang dari 40 Perusahaan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular