Dolar AS Makin Murah! Rupiah Bisa ke Rp 13.000-an/US$?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 December 2020 16:30
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pertengahan perdagangan Rabu (2/12/2020), mengakhiri pelemahan sejak awal pekan lalu. Dolar AS yang sedang terpuruk membuat Mata Uang Garuda mampu menguat hari ini.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% di Rp 14.090/US$, tetapi tidak lama langsung melemah 0,25% ke Rp 14.135/US$. Rupiah berhasil memangkas pelemahan dan berada di level Rp 14.100/US$ atau stagnan nyaris sepanjang perdagangan.

Baru menjelang penutupan perdagangan, rupiah kembali ke zona hijau dan berakhir di level Rp 14.090/US$.

Mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar AS hari ini. Hingga pukul 15:09 WIB, won Korea Selatan menjadi yang terbaik dengan penguatan 0,36%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.


Mayoritas mata uang utama Asia yang menguat hari ini menunjukkan dolar AS memang sedang babak belur. Indeks dolar AS kemarin turun 0,61% ke 91,313 dan berada di level terendah sejak April 2018. Sementara hari ini, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut sempat turun lagi 0,22%.

Penguatan aset-aset berisiko membuat dolar AS yang menyandang status aset aman (safe haven) menjadi tidak menarik.

Kemarin, bursa saham AS (Wall Street) kembali melesat naik, indeks S&P 500 bahkan kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Penguatan kiblat bursa saham dunia tersebut memberikan angin segar ke Asia hari ini. Alhasil dolar AS makin tak menarik.


Greenback juga mengalami tekanan setelah pembahasan stimulus fiskal di AS kembali dibahas. Dalam keterangan tertulis, Ketua House of Representatives (salah satu dari dua kamar yang membentuk kongres) Nancy Pelosi mengatakan Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan mengkaji proposal yang diajukan kubu Partai Demokrat. Salah satunya adalah pemberian vaksin anti-virus corona harus gratis dan bisa dinikmati oleh siapa saja.

Keputusan stimulus harus cepat, karena tenggat waktu pengesahan anggaran tahun fiskal 2021 adalah 11 Desember 2020. Jika anggaran negara disahkan tanpa stimulus, maka berbagai subsidi termasuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) tidak bisa dieksekusi.

Selain itu, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis 17 Desember dini hari WIB.

Stimulus fiskal di AS masih belum jelas kapan akan digelontorkan, dan berapa nilainya. Sementara perekonomian AS disebut sangat membutuhkan stimulus guna memutar kembali roda bisnis. Oleh karena itu, ada peluang The Fed akan menambah stimulus moneternya dengan meningkatkan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE).

Saat stimulus fiskal atau moneter tersebut cair, maka jumlah uang yang beredar tentunya akan semakin banyak, secara teori dolar AS akan melemah.
Meski dolar AS sedang tertekan, tetapi rupiah belum sanggup menguat signifikan.

Pelaku pasar sepertinya masih berhati-hati, sebab hari Minggu lalu penambahan kasus penyakit virus corona (Covid-19) mencatat rekor tertinggi. Di khawatirkan, jika penyebaran virus corona kembali tak terkendali maka Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ketat akan kembali diterapkan.

Hasil survei 2 mingguan Reuters yang dirilis bulan November lalu menunjukkan pelaku pasar melihat rupiah akan kembali menguat. Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi long (beli) terhadap dolar AS dan short (jual) terhadap rupiah. Begitu juga sebaliknya, angka negatif berarti mengambil posisi short (jual) terhadap dolar AS dan long (beli) terhadap rupiah.

Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (26/11/2020) kemarin menunjukkan angka -0,92, turun dari 2 pekan lalu -1,01 yang merupakan angka negatif tersebut merupakan yang tertinggi dalam 6 tahun terakhir.

Semakin tinggi angka negatif artinya pelaku pasar semakin banyak mengambil posisi long rupiah, yang artinya Mata Uang Garuda kembali menjadi salah satu investasi.
Survei tersebut konsisten dengan pergerakan rupiah di tahun ini, kala angka positif maka rupiah cenderung melemah, begitu juga sebaliknya.

Di bulan Januari saat hasil survei menunjukkan angka negatif rupiah terus menguat melawan dolar AS. Pada 24 Januari, rupiah membukukan penguatan 2,29% secara year-to-date (YtD), dan menjadi mata uang terbaik di dunia kala itu.

Pada bulan Maret lalu, ketika rupiah mengalami gejolak, investor mengambil posisi short rupiah, dengan angka survei yang dirilis Reuters sebesar 1,57. Semakin tinggi nilai positif, semakin besar posisi short rupiah yang diambil investor. Rupiah pun ambruk nyaris 20% Ytd ke ke Rp 16.620/US$, terlemah sejak krisis moneter 1998.

Memasuki bulan April, rupiah perlahan menguat dan hasil survei Reuters menunjukkan posisi short rupiah semakin berkurang, hingga akhirnya investor mengambil posisi long mulai pada 28 Mei lalu. Alhasil rupiah membukukan penguatan lebih dari 15% sejak awal April hingga awal Juni. Namun sejak saat itu, hasil survei didominasi posisi short kembali, hingga akhirnya investor mengambil posisi long lagi di bulan November

Meski posisi long sedikit menurun, tetapi tergolong tinggi, sehingga ada peluang rupiah akan kembali ke level Rp 13.000an/US$ pada penghujung tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular