
Gegara BI Pangkas Suku Bunga, Daya Tarik Rupiah Jadi Meredup

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat 0,14% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.070/US$ pada perdagangan Jumat (27/11/2020). Sepanjang pekan ini, rupiah juga membukukan penguatan 0,57%, dan tidak pernah melemah dalam 9 minggu terakhir.
Namun, dibalik kinerja impresif tersebut, terselip kabar agak kurang baik, daya tarik rupiah sedikit meredup di mata pelaku pasar. Hal tersebut terlihat dari survei 2 mingguan Reuters.
Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi long (beli) terhadap dolar AS dan short (jual) terhadap rupiah. Begitu juga sebaliknya, angka negatif berarti mengambil posisi short (jual) terhadap dolar AS dan long (beli) terhadap rupiah.
Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (26/11/2020) kemarin menunjukkan angka -0,92, turun dari 2 pekan lalu -1,01 yang merupakan angka negatif tersebut merupakan yang tertinggi dalam 6 tahun terakhir.
Semakin besar angka negatif artinya pelaku pasar semakin banyak mengambil posisi long rupiah, posisi negatif yang mengecil berarti daya tarik Mata Uang Garuda meredup.
Survei tersebut konsisten dengan pergerakan rupiah di tahun ini, kala angka positif maka rupiah cenderung melemah, begitu juga sebaliknya.
Di bulan Januari saat hasil survei menunjukkan angka negatif rupiah terus menguat melawan dolar AS. Pada 24 Januari, rupiah membukukan penguatan 2,29% secara year-to-date (YtD), dan menjadi mata uang terbaik di dunia kala itu.
Pada bulan Maret lalu, ketika rupiah mengalami gejolak, investor mengambil posisi short rupiah, dengan angka survei yang dirilis Reuters sebesar 1,57. Semakin tinggi nilai positif, semakin besar posisi short rupiah yang diambil investor. Rupiah pun ambruk nyaris 20% Ytd ke ke Rp 16.620/US$, terlemah sejak krisis moneter 1998.
Memasuki bulan April, rupiah perlahan menguat dan hasil survei Reuters menunjukkan posisi short rupiah semakin berkurang, hingga akhirnya investor mengambil posisi long mulai pada 28 Mei lalu. Alhasil rupiah membukukan penguatan lebih dari 15% sejak awal April hingga awal Juni. Namun sejak saat itu, hasil survei didominasi posisi short kembali, hingga akhirnya investor mengambil posisi long lagi mulai 2 pekan lalu.
Dengan posisi long yang menurun, artinya daya tarik rupiah juga sedikit meredup. Hasil survei Reuters menyatakan hal itu terjadi sebagai akibat pemangksan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) pada Kamis (19/11/2020) lalu.
Pemangkasan suku bunga tersebut tentunya menurunkan imbal hasil (yield) berinvestasi di dalam negeri, sehingga daya tarik rupiah sedikit meredup.
