
Bakal Masuk Prolegnas 2021, UU BI Siap Dirombak!

Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) telah mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Prioritas tahun 2021 untuk dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Setidaknya ada 38 RUU yang diajukan baik oleh DPR RI, Presiden, dan DPD RI.
Dari dokumen daftar usulan RUU Prioritas Tahun 2021 yang diterima CNBC Indonesia pada Rabu (25/11/2020), dari 38 RUU tersebut, sebanyak 26 RUU merupakan usulan DPR RI, 10 RUU usulan Presiden dan 2 RUU merupakan usulan DPD RI.
Salah satu usulan yang disampaikan DPR adalah RUU Bank Indonesia. Dalam dokumen ini tertulis bahwa RUU tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia ini, naskah akademik dan RUU nya akan disiapkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Seperti diketahui, RUU BI memang sudah dibahas oleh Baleg sejak beberapa bulan lalu. Ada beberapa poin yang akan diubah dalam RUU terbaru ini, di antaranya, menetapkan Dewan Kebijakan Makro yang akan diketuai oleh Menteri Keuangan hingga mengembalikan pengawasan bank kepada BI yang saat ini dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Mengenai RUU ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu menyampaikan, Pemerintah belum menerima usulan tersebut dari DPR RI. Oleh karenanya, belum ada pembahasan yang dilakukan mengenai RUU BI ini.
Ia pun memastikan bahwa hingga saat ini BI masih menjadi lembaga yang independen dalam melaksanakan tugasnya di moneter. Pembagian tugas antara BI dan Pemerintah masih berjalan seperti sebelumnya.
Saat ini bahkan koordinasi erat antara kebijakan fiskal dan moneter menjadi sangat penting.
"Mengenai revisi UU tentang BI yang merupakan inisiatif DPR, Pemerintah belum membahas hingga saat ini. Penjelasan Presiden (posisi Pemerintah) sudah jelas bahwa kebijakan moneter harus tetap kredibel, efektif, dan independent, kata Sri Mulyani pada 4 September 2020 lalu.
"BI dan Pemerintah bersama-sama menjaga stabilitas dan kepercayaan ekonomi untuk memajukan kesejahteraan rakyat demi kemakmuran dan keadilan yang berkesinambungan," kata Menkeu.
Menurutnya, jika nantinya RUU tersebut dibahas maka akan dilakukan dengan baik yakni, bahwa RUU itu membuat tata kelola BI menjadi lebih baik. RUU ini juga harus memperjelas fungsi dan tugas BI.
"Pemerintah berpandangan bahwa penataan dan penguatan sistem keuangan harus mengedepankan prinsip-prinsip tata kelola (governance) yang baik, pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing lembaga secara jelas, serta mekanisme check and balances yang memadai," jelasnya.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sebelumnya pun mengakui bahwa munculnya wacana RUU BI ini membuat pasar keuangan terguncang. Guncangan ini terlihat di bulan Agustus dan September 2020.
Menurutnya wacana perombakan aturan BI tersebut membuat pelaku pasar mempertanyakan independensi bank sentral ke depannya. Ini berdampak langsung ke nilai tukar rupiah hingga Surat Berharga Negara.
"Lagi karena masalah ketidakpastian di akhir Agustus dan awal September berkaitan independensi BI (terkait RUU BI) membuat guncangan pasar," ujarnya di Ruang Rapat Komisi XI, Senin (28/9/2020) lalu.
Wacana RUU BI tersebut juga menimbulkan dampak melalui aksi jual investor di instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang mengakibatkan yield atau bunga naik. Dimana yiel SBN naik dari sebelumnya 6,6% menjadi 6,8% di September lalu.
"Itu (RUU BI) meningkatkan yield SBN yang sempat turun ke 6,6% dan berkaitan dengan rupiah," imbuh Perry.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tok! BI Rate Diputuskan Tetap 5,75%