
Dolar AS Jeblok, Emas Anjlok, Duit Investor Lari ke Mana?

Jakarta, CNBC Indonesia Kabar bagus datang bertubi-tubi belakangan ini, perkembangan vaksin virus corona sudah menunjukkan kemajuan yang memberikan harapan hidup akan segera kembali normal.
Serangkaian kabar tersebut membuat harga emas ambrol. Melansir data Refinitiv, kemarin harga emas ambrol 1,85%, sementara pada hari ini Selasa (24/11/2020) merosot 1,22% ke US$ 1.813,30/troy ons pada pukul 17:54 WIB.
Yang menarik, dolar AS juga tertekan pada hari ini. Indeks dolar AS turun 0,3% ke 92,22. Dolar AS dan emas merupakan 2 aset yang memiliki korelasi negatif, artinya ketika dolar AS melemah maka emas akan cenderung menguat begitu juga sebaliknya.
Hal ini terjadi karena emas dunia dibanderol dengan dolar AS, ketika the greenback melemah, maka harga emas bagi pemegang mata uang lainnya menjadi lebih murah dan permintaannya berpotensi meningkat, sehingga harganya akan terdongkrak.
Selain itu, faktor-faktor yang membuat dolar AS melemah seperti stimulus moneter dan fiskal justru menjadi "bahan bakar" bagi emas untuk menguat.
Tetapi di belakangan ini, pergerakan keduanya cenderung searah.
Sepanjang bulan November, harga emas dunia ambrol 3,4%, sementara indeks dolar AS merosot nyaris 2%.
Kemenangan Joseph 'Joe' Biden dalam pemilihan presiden AS sebenarnya sempat membawa harga emas dunia menguat ke US$ 1.965/troy ons, sementara dolar AS langsung tertekan. Biden diprediksi akan menggelontorkan stimulus fiskal lebih besar ketimbang petahana Donald Trump, yang membuat emas menguat dan dolar AS KO.
Tetapi kabar terbaru vaksin virus corona membuat keduanya bergerak searah ke bawah. Perusahaan farmasi asal AS, Pfizer dan Moderna, mengklaim vaksin buatannya sukses menangkal virus corona lebih dari 90%. Kemudian disusul dengan perusahaan asal Inggris AstraZeneca yang mengklaim vaksinya efektif hingga 90%.
Alhasil, sentimen pelaku pasar membaik, dan mengalirkan investasinya ke aset-aset berisiko. Bursa saham AS (Wall Street) melesat hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Indeks S&P 500 membukukan penguatan 9,4% sepanjang November.
Investasi juga mengalir ke nagara-negara emerging market seperti Indonesia.
Berdasarkan rilis Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah, data transaksi 2-5 November 2020, menunjukkan nonresiden di pasar keuangan domestik beli neto Rp3,81 triliun, dengan beli neto di pasar SBN sebesar Rp3,87 triliun dan jual neto di pasar saham sebesar Rp 60 miliar. Sementara data transaksi 9 -12 November 2020, menunjukkan beli neto Rp7,18 triliun, dengan beli neto di pasar SBN sebesar Rp 4,71 triliun dan beli neto di pasar saham sebesar Rp 2,47 triliun.
Kemudian pada periode 16-19 November aksi beli asing mencapai Rp 8,53 triliun, sebesar Rp 7,04 triliun di pasar SBN, dan Rp 1,49 triliun di pasar saham.