Gasifikasi

Anak BUMI Bakal Produksi 2,8 Juta Methanol di 2025

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
24 November 2020 14:41
Tambang Kaltim Prima Coal
Foto: Wahyu Daniel

Jakarta, CNBC Indonesia- Indonesia semakin gencar menggerakan hilirisasi batu bara melalui gasifikasi batu bara. Saat ini ada tiga perusahaan yang dinilai paling siap dalam menjalankan proyek gasifikasi dengan menyelesaikan studi kelayakan ataupun pra kajian.

Salah satunya adalah PT Arutmin Indonesia, anak usaha dari perusahaan batu bara terbesar PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang akan mengolah dari batu bara menjadi methanol.

Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, proyek gasifikasi Arutmin berlokasi di IBT terminal, Pulau Laut Kalimantan Selatan dengan feedstock 6 juta ton per tahun. Proyek ini diperkirakan beroperasi pada 2025, dengan kapasitas produksi 2,8 juta ton per tahun.

"Ini adalah kesempatan yang menarik dan manajemen PT Arutmin Indonesia terlibat dalam pengembangan studi kelayakan .. ini adalah proyek prioritas bangsa dan terlihat sangat menjanjikan dalam segala hal," kata Director & Corporate Secretary PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava kepada CNBC Indonesia, Senin (23/11/2020).

Saat ini gasifikasi yang digarap Arutmin telah masuk ke tahapan finalisasi kajian, pra feasibility study atau studi kelayakan. Jika dibandingkan, dengan anak usaha BUMI lainnya yakni PT Kaltim Prima Coal, memang estimasi operasionalnya satu tahun lebih lama.

KPC saat ini sudah memasuki tahap finalisasi studi kelayakan dan skema bisnis. Proyek yang terletak di Bengalon Kalimantan Timur ini diproyeksikan selesai pada 2024 dengan kapasitas produksi 1,8 juta methanol. Perusahaan batu bara grup Bakrie ini juga menggandeng perusahaan gasifikasi asal Amerika Serikat tersebut, Air Products.

Proyek ini akan dijalankan oleh konsorsium Grup Bakrie yakni PT Bakrie Capital Indonesia (BCI), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Ithaca Resources dengan perkiraan nilai proyek sekitar US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 36,7 triliun (asumsi kurs Rp 14.700 per US$).

Proyek ini akan dibangun di Batuta Industrial Chemical Park, Bengalon, Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Proyek gasifikasi sebagai upaya hilirisasi juga diharapkan bakal menghasilkan produk dimethyl ether (DME) yang bisa digunakan untuk substitusi LPG, bensin, maupun olefin.

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengatakan penghematan devisa yang berasal dari proyek Grup Bakrie diproyeksikan seksekitar Rp 5 triliun (US$ 300-500 juta). Dia mengatakan nilai pastinya akan bergantung pada harga methanol nantinya.

"Untuk yang di Batuta tergantung harga methanol, tapi estimasi di US$ 300-350 juta, sekitar Rp 5 triliun ya," kata Seto kepada CNBC Indonesia, Selasa (27/10/2020).

Dalam proyek gasifikasi batubara di Batuta, produsen batu bara terbesar di Indonesia PT Bumi Resources Tbk (BUMI) akan menjadi pemasok untuk protek senilai US$ 2 miliar ini. Perusahaan batu bara milik Bakrie ini akan memenuhi bagian dari persyaratan 6 juta ton per tahun (MTPA) batubara yang diproyeksikan.

Sebelumnya, Dileep juga mengatakan peran BUMI membuat perusahaan lebih atraktif, meski hanya menjadi pemasok batu bara diproyek ini. Apalagi gasifikasi masih dalam proyek prioritas nasional dan artinya batu bara bisa menggantikan impor bahan bakar.

"Memang belum bisa diketahui seberapa besar keuntungannya ke depan, tetapi menarik bagi kami meski hanya menjadi pemasok batu bara untuk proyek ini. Ini bagus untuk jangka panjang karena batu bara bisa menggantikan bahan bakar impor," kata Dileep.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Private Placement Lagi, Utang BUMI Lunas?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular