Efek Pandemi

Restrukturisasi Kredit Terbesar RI, Nyaris Seribu Triliun!

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
23 November 2020 12:37
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Anggota Dewan Komisioner OJK, Heru Kristiyana SH (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Anggota Dewan Komisioner OJK, Heru Kristiyana SH (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan perkembangan terbaru terkait dengan restrukturisasi kredit perbankan yang terkena dampak pandemi Covid-19.

Hingga akhir pekan lalu, 20 November, berdasarkan laporan bank-bank ke OJK, total kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 932,6 triliun, tercatat terbesar sepanjang sejarah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana memaparkan jumlah kredit yang direstrukturisasai tersebut terdiri dari 7,53 juta debitur.

Rinciannya, 5,84 juta terdiri dari debitur di sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dengan outstanding Rp 369,83 triliun. Sisanya 1,69 juta dari non-UMKM dengan total kredit yang direstrukturisasi senilai Rp 562,54 triliun.

"Saya kira ini adalah restrukturisasi kredit paling besar sepanjang sejarah semenjak saya mengawasi bank sejak dari Bank Indoneisa sampai dengan OJK," kata Heru Kristiyana, dalam acara webinar secara daring, Jumat (20/11/2020).

Heru menyatakan, melalui Peraturan OJK (POJK) 11/POJK.03/2020 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019, OJK telah memberlakukan kebijakan relaksasi kredit.

Tujuannya diharapkan akan menguntungkan bagi dari sisi nasabah untuk menunda angsuran pokok maupun bunga, pun demikian, bagi industri perbankan mendapat memiliki ruang untuk menata arus kas.

"Dengan angka [restrukturisasi] yang begini besar, restrukturisasi ini akan memberikan ruang yang sangat baik bagi nasabah maupun bank menata cashflow, debitur menata diri menghadapi pandemi memenuhi kewajiban kepada bank," tuturnya.

Meski demikian, Heru menilai jika dampak pandemi terus berkepanjangan, industri perbankan harus siap dengan segala kemungkinan yang terburuk.

Namun, kata Heru, dalam menghadapi tantangan ke depan, kuncinya bank harus punya daya tahan dan kekuatan permodalan yang cukup. Hal tersebut harus sudah diantisipasi oleh industri perbankan, termasuk penurunan kualitas debitur jikalau restrukturisasi tidak berhasil.

"Tentunya, saya tidak berani membayangkan kalau dari Rp 932,6 triliun ini kalau misalnya gagal, ini dampaknya akan sangat luar biasa bagi perbankan kita ke depan," katanya.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Restrukturisasi Kredit Covid Sisa Rp427,7 T, Perbankan Aman?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular