Capek Naik Terus 7 Pekan, Rupiah Kalah Telak di Asia

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
22 November 2020 14:10
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah menguat selama 7 pekan berturut-turut, reli rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pekan ini akhirnya berhenti sejenak. Pada pekan ini rupiah ditutup stagnan melawan dolar AS, yakni di level Rp 14.150/US$.

Namun apakah rupiah menang dengan mata uang Asia-Pasifik lainnya, atau malah kalah?.

Berdasarkan tabel di atas, rupiah kalah telak dengan mata uang utama Eropa, bahkan di Asia.

Di kawasan Asia sendiri, rupiah kalah telak dengan yen Jepang. Walaupun begitu, rupiah masih jaya dengan mata uang Asia Tenggara, kecuali dengan Malaysia dan Singapura.

Hal ini karena rupiah sudah menguat selama 7 pekan berturut-turut, sehingga investor cenderung melakukan aksi ambil untung (profit taking). Selain itu, kombinasi sentimen jangka pendek negatif dan positif juga membuat pergerakan rupiah cenderung datar.

Rupiah pada perdagangan Jumat (20/11/2020) ditutup pada level Rp 14.150 per dolar AS, atau tak berubah dibandingkan dengan posisi penutupan sepekan lalu. Penguatan hanya terjadi pada Senin dan Selasa, dan selanjutnya melemah hingga akhir pekan.

Koreksi terjadi pada Rabu, sehari jelang pengumuman BI 7-Day Reverse Repo Rate oleh Bank Indonesia (BI), yakni sebesar 0,14%. Pada Kamis, tatkala keputusan terkait suku bunga acuan diumumkan, Mata Uang Garuda pun terjerembab 0,64%.

Dalam jangka pendek, penurunan suku bunga acuan membuat rentang (spread) imbal hasil SBN RI menipis jika dibandingkan dengan negara maju, yang bisa menekan harga surat utang karena menjadi kurang atraktif. Uang beredar pun berpotensi naik sehingga bisa menekan nilai tukarnya.

Namun di tengah ekspektasi banjir stimulus di Amerika Serikat (AS), Wall Street diperkirakan kebanjiran likuiditas sehingga pelaku pasar Negeri Sam bakal membelanjakannya ke pasar emerging market, salah satunya untuk membeli SBN setempat termasuk di Indonesia.

Dalam jangka panjang, suku bunga rendah juga membantu mempercepat bergulirnya perekonomian yang pada gilirannya membuat kelas aset investasi di Indonesia kembali meningkat dan memikat secara fundamental.

Namun pada Jumat, rupiah akhirnya ditutup melemah tipis, setelah sempat tertekan hingga 0,35% di perdagangan pasar spot hari itu. Rupiah pun lolos lepas dari posisi terburuk di Asia, dan won Korea Selatan menjadi yang terburuk dengan pelemahan 0,26% pada penutupan Jumat kemarin.

Rupiah menipiskan pelemahan setelah rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mencatatkan surplus pada kuartal III-2020.

Meski tidak sebesar surplus kuartal sebelumnya, namun yang menjadi kejutan adalah transaksi berjalan berhasil surplus setelah sembilan tahun defisit.

"NPI mencatat surplus sebesar US$ 2,1 miliar pada triwulan III 2020, melanjutkan capaian surplus sebesar US$ 9,2 miliar pada triwulan sebelumnya. Surplus NPI yang berlanjut tersebut didukung oleh surplus transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial," tulis BI.

Surplus transaksi berjalan di atas kertas membantu memperkuat nilai tukar mata uang karena menandakan bahwa Indonesia "menang" dalam perebutan kapital dunia, dari aktivitas ekonomi dan bisnis fundamental.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular