Gegara Eropa Lockdown Lagi, Pemulihan Ekonomi Jadi Buyar!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 November 2020 18:00
Virus Outbreak Germany
Foto: AP/Michael Sohn

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Eropa menunjukkan kebangkitan di kuartal III-2020 lalu, tetapi lonjakan kasus pandemi penyakit Covid-19 tentunya mengancam pemulihan ekonomi di kuartal IV-2020.

Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III-2020 zona euro tumbuh 12,6% quarter-to-quarter (QtQ), dari kontraksi (tumbuh negatif) 11,8% QtQ, dan 3,7% QtQ di dua kuartal sebelumnya.

Sementara jika dilihat secara tahunan atau year-on-year (YoY), PDB blok 19 negara yang dimotori Jerman, Prancis, dan Italia, masih mengalami kontraksi 4,4% di kuartal III-2020, meski jauh membaik dari periode 3 bulan sebelumnya negatif 14,8% YoY.

Sementara itu, PDB Inggris di kuartal III-2020 tercatat tumbuh 15,5% QtQ, setelah mengalami kontraksi 19,8% dan 2,5% di kuartal sebelumnya.

Pertumbuhan impresif tersebut terjadi akibat low base effect, di mana kontraksi ekonomi tajam terjadi di kuartal II-2020.

Jika melihat secara tahunan, PDB masih berkontraksi 9,6% YoY di kuartal III-2020, membaik dari sebelumnya negatif 21,5% YoY.

PDB yang masih berkontraksi secara tahunan, baik di zona euro maupun Inggris, menunjukkan perekonomian Eropa masih jauh dari kata pulih, baru bangkit dari kemerosotan saja.

Tantangan untuk memulihkan perekonomian semakin berat akibat serangan virus corona gelombang II. Sejak bulan September lalu, negara-negara Eropa mulai mengalami serangan virus corona gelombang kedua, hingga memaksa beberapa negara kembali menerapkan kebijakan lockdown, meski tidak seketat pada gelombang I.

Berdasarkan data CEIC, per 13 November lalu, jumlah pasien positif Covid-19 di Eropa nyaris mencapai 15 juta orang, meningkat signifikan dibandingkan akhir Agustus lalu sekitar 4,2 juta orang. 

Di Inggris, rata-rata penambahan kasus Covid-19 per hari di bulan Oktober sebanyak 15.476 kasus, naik tajam dari bulan sebelumnya rata-rata 4257 orang per hari. Kemudian di Jerman, rata-rata penambahan kasus di bulan Oktober sebanyak 7.404 kasus per hari, dibandingkan bulan sebelumnya rata-rata 1.561 kasus per hari di bulan September.

Prancis mengalami lonjakan yang paling signifikan, rata-rata di bulan Oktober mencapai 24.932 per hari, dibandingkan bulan September sebanyak 8.815 kasus per hari di bulan September.

Alhasil, guna meredam penyebaran tersebut lockdown kembali diterapkan meski tidak seketat dulu.

"Sekarang saatnya untuk mengambil tindakan karena tidak ada alternatif lain," kata Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dalam pengumumannya, Minggu (1/11/2020).

Lockdown di Inggris akan dilakukan berlangsung mulai 5 November hingga 2 Desember. Penduduk akan tinggal di rumah kecuali untuk bekerja, pendidikan, dan olahraga, hanya toko-toko penting yang buka.

Pemerintah Jerman, mulai 2-30 November, memerintahkan restoran dan bioskop untuk tutup sementara. Pertokoan masih boleh dibuka, tetapi kapasitas pengunjung dibatasi.

"Kita harus mengambil langkah sekarang. Sistem kesehatan saat ini mungkin masih bisa mengatasi tantangan yang ada, tetapi kecepatan infeksi membuat kapasitas akan mencapai batasnya dalam beberapa pekan ke depan," tegas Angela Merkel, Kanselir Jerman, sebagaimana diwartakan Reuters.

Kebijakan serupa juga diterapkan oleh Prancis. Presiden Emmanuel Macron menyatakan virus corona menyebar dengan kecepatan tinggi di Eropa.

"Kita dalam posisi yang sama dengan negara-negara tetangga, digilas oleh gelombang serangan kedua yang lebih berat dan mematikan ketimbang yang pertama. Saya memutuskan kita harus kembali ke lockdown agar dapat menghentikan laju penyebaran," kata Macron dalam pidato yang disiarkan televisi nasional, seperti dikutip dari Reuters.

Rakyat Prancis diperintahkan untuk semaksimal mungkin berada di rumah. Boleh keluar hanya untuk membeli kebutuhan pokok, mengakses layanan kesehatan, berolahraga maksimal satu jam per hari, pergi bekerja jika tidak dimungkinkan work from home, dan pergi ke sekolah. Namun mereka yang keluar rumah harus menunjukkan surat yang akan diperiksa oleh aparat keamanan.

Lockdown yang kembali diterapkan tentunya akan menghambat pemulihan ekonomi Eropa. Sebagai negara-negara yang berorientasi ekspor, sektor manufaktur menjadi penting dalam mendongkrak pertumbuhan pertumbuhan ekonomi.

Inggris misalnya, sektor manufakturnya berkontribusi sebesar 17% terhadap PDB. Markit melaporkan purchasing manager index (PMI) di bulan Oktober sebesar 53,7 di bulan Oktober.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atas 50 berarti ekspansi, sementara di bawahnya berarti kontraksi.

Memang aktivitas manufaktur Inggris masih menunjukkan ekspansi di bulan Oktober, tetapi sudah melambat ketimbang bulan sebelumnya 54,1. Selain itu, lockdown belum diterapkan bulan lalu, baru pada bulan November, sehingga masih belum diketahui apakah industri pengolahan masih berekspansi atau kembali berkontraksi.

Data PMI manufaktur Inggris baru akan dirilis 2 pekan ke depan. Tetapi, pelambatan ekspansi sepertinya sudah pasti, tinggal seberapa dalam, atau bahkan kembali berkontraksi.

Di pekan depan, Inggris akan melaporkan data penjualan ritel bulan Oktober. Hasil survei Reuters menunjukkan penjulan ritel diprediksi tumbuh 0,1% month-on-month (MoM) turun jauh dari bulan sebelumnya yang tumbuh 1,5%. Sementara secara tahunan, penjulan ritel diprediksi tumbuh 4,1% YoY, juga melambat dari sebelumnya 4,7% YoY.

Melambatnya pertumbuhan penjualan ritel tersebut menjadi sinyal pertumbuhan PDB akan melambat lagi di kuartal IV-2020. Penjualan ritel Inggris berkontribusi sebesar 5% terhadap PDB.

Sama dengan Inggris, PMI manufaktur zona euro untuk bulan November baru akan dirilis dua pekan ke depan. Sehingga belum diketahui bagaimana kinerjanya selama lockdown jilid II. Tetapi berkaca dari lockdown jilid I, pasti akan ada tekanan, sehingga mempengaruhi pemulihan ekonomi blok 19 negara tersebut.

Pada bulan April lalu, PMI zona euro mengalami kontraksi tajam, menyentuh angka 33,4, dan baru bisa berekspansi kembali pada bulan Juni. Meski demikian, kontraksi di bulan April dan Mei tersebut sudah cukup membawa PDB zona euro berkontraksi 11,8%, menjadi yang terburuk sepanjang sejarah. Oleh karena itu, jika PMI manufaktur kembali berkontraksi, maka perekonomian terancam nyungsep lagi.

Terhambatnya pemulihan ekonomi Eropa sepertinya sudah diantisipasi oleh bank sentralnya. Bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) pada Kamis 5 Oktober lalu mengumumkan menambah nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) sebesar 150 miliar poundsterling (Rp 2.820 triliun, kurs Rp 18.800/GBP), menjadi total 895 miliar poundsterling.

Tambahan stimulus tersebut lebih banyak 50 miliar poundsterling ketimbang prediksi Reuters. Dengan tambahan tersebut, BoE mengatakan cukup untuk melakukan pembelian aset hingga akhir 2021.

Sementara itu Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) juga memberikan indikasi akan menggelontorkan stimulus moneter tambahan di akhir tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular