
Bukan Sombong! Usai Pilpres AS Rupiah Paling Diburu Investor

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah memang sedang mengalami koreksi dalam 3 hari terakhir, tetapi sejak pekan lalu sebenarnya melesat tajam. Sebelum melemah sejak hari Rabu, rupiah mencatat penguatan 6 hari beruntun, dengan total lebih dari 4%.
Hasil survei Reuters menunjukkan rupiah menjadi salah satu mata uang yang menguat tajam selepas pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS). Artinya, rupiah menjadi salah satu mata uang yang diburu para investor.
Selain rupiah, ada real Brasil, rubel Rusia hingga peso Meksiko yang menguat tajam.
Real memimpin dengan penguatan 6,1%, kemudian rubel Rusia 5,2%, peso Meksiko 4,9%, baru rupiah dengan penguatan 4,2%.
![]() |
Pemicu utama penguatan mata uang tersebut adalah kemenangan Joseph 'Joe' Biden dari Partai Demokrat dalam pilpres AS melawan petahana Donald Trump dari Partai Republik.
Kemenangan Biden dianggap menguntungkan negara-negara emerging market seperti Indonesia, sebab perang dagang AS-China kemungkinan akan berakhir atau setidaknya tidak memburuk.
Analis dari Citi memprediksi kemenangan Joe Biden ke depannya dolar AS akan melemah dan mata uang emerging market akan menjadi yang paling diuntungkan. Alasannya, seperti yang disebutkan sebelumnya, perang dagang dengan China kemungkinan akan berakhir, selain itu pemerintahan akan kembali konvensional.
"Mungkin perdagangan internasional yang paling terlihat pasti usai pilpres. Kebijakan luar negeri AS akan lebih bisa diprediksi tanpa ancaman kenaikan bea impor. Kami melihat penurunan dolar AS, dan penguatan mata uang emerging market," tulis analis Citi, sebagaimana dilansir CNBC International.
Hal senada diungkapkan Adam Margolis, kepala strategi valuta asing, komoditas dan suku bunga di JPMorgan Private Bank, dalam acara "Street Signs Asia" CNBC kemarin. Menurutnya kemenangan Biden mengurangi risiko geopolitik yang terjadi. Pelaku pasar dikatakan mencari peluang untuk mengurangi eksposur dolar AS.
Selain itu, stimulus fiskal yang akan digelontorkan juga akan lebih besar ketimbang yang akan digelontorkan Trump dan Partai Republik.
Nancy Pelosi, Ketua House of Representative (DPR) dari Partai Demokrat sebelumnya mengajukan stimulus fiskal dengan nilai US$ 2,2 triliun, yang tidak disepakati oleh Pemerintahan Trump, dan ditolak oleh Partai Republik.
Semakin besar stimulus artinya semakin banyak uang yang beredar di perekonomian, secara teori dolar AS akan melemah.
Negara-negara emerging market seperti Indonesia juga berpotensi kecipratan aliran modal.