Harga Batu Bara Masih Lanjut Naik, Mau sampai Kapan?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
12 November 2020 10:32
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara termal Newcastle untuk kontrak yang aktif ditransaksikan di bursa berjangka masih melanjutkan tren penguatannya kemarin, Rabu (11/11/2020) meski hanya tipis saja. 

Harga kontrak futures (berjangka) batu bara Newcastle ditutup menguat sangat tipis sebesar 0,08% ke US$ 62,45/ton dan menjadi level tertinggi sejak tujuh bulan terakhir tepatnya sejak 6 April silam.

Kenaikan harga belakangan ini terjadi seiring dengan risk appetite investor yang membaik akibat kabar gembira yang datang dari kandidat vaksin Covid-19. Salah satu pengembang vaksin yang sudah berada di fase akhir melaporkan analisa awal hasil uji klinis tahap ketiganya. 

Pengembang tersebut adalah Pfizer yang berkolaborasi dengan BioNTech. Kandidat vaksin yang dikembangkan diklaim memiliki tingkat keampuhan lebih dari 90%. Ini masih analisa awal dan jalan menuju ke distribusi vaksin secara global masih panjang. 

Namun kabar baik ini setidaknya mampu meningkatkan optimisme banyak orang bahwa ekonomi akan segera pulih kembali.

Ketika ekonomi pulih diharapkan konsumsi listrik meningkat dan sektor industri manufaktur kembali bergerak sehingga bisa mendongkrak permintaan batu bara yang tahun ini lesu akibat lockdown untuk menangani pandemi Covid-19.

Kabar baik juga datang dari dunia barat yakni Amerika Serikat (AS). Lembaga pemerintah AS (EIA) memprediksi sektor tenaga listrik AS bakal mengkonsumsi 546 juta ton (495 juta metrik ton) batu bara pada tahun 2021, naik dari yang diharapkan 443 juta tahun ini.

Badan tersebut menaikkan perkiraan pembakaran batu bara tahun 2020 dan 2021 masing-masing sebesar 10 juta ton dan 24 juta ton dibandingkan dengan laporan bulan lalu. Pangsa batu bara dari total pembangkitan di AS diharapkan naik menjadi 25% pada 2021 dari 20% tahun ini.

Ke depan, seiring dengan masuknya musim dingin dan penetapan baru kebijakan kuota impor berpotensi akan membuat harga terdongkrak.

"Dalam jangka menengah, kami masih berpersepsi positif terhadap harga batu bara. Permintaan global lambat laun akan meningkat, yang dibarengi dengan pengurangan produksi, akan menyeimbangkan harga," sebut Toby Hassel, Analis Refinitiv.

Meski prospek jangka menengah harga batu bara dinilai positif tetapi dalam jangka pendek batu bara dibayangi oleh koreksi mengingat harganya sudah melesat tinggi hanya dalam kurun waktu kurang dari satu bulan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Demand Belum Membaik, Industri Batu Bara Butuh Relaksasi Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular