
Ada Legalitas Kuat, Penyehatan Bank Banten Harus Dipercepat

Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah Provinsi Banten dinilai harus lebih serius dalam upaya penyehatan PT Bank Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten/BEKS) terutama perannya sebagai pemegang saham pengendali. Saat ini Pemprov Banten dinilai gamang dalam menentukan langkahnya terhadap BPD ini.
"Nampaknya Pemprov Banten seperti tidak clear menjalankan fungsinya, apakah mau membuat Bank Banten sebagai pelayanan publik, atau institusi bisnis. Apalagi dengan memindahkan kas daerah dari Bank Banten, bank miliknya sendiri," kata Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Henry Hutagaol saat dihubungi CNBC Indonesia, Jumat (06/11/2020).
Sebagai pemegang saham pengendali, Pemprov Banten menurutnya harus mengetahui fungsi bank bagi daerah sangat strategis, terutama dalam mendukung program-program pemerintah dan memberikan nilai tambah sebagai agen pembangunan daerah. Misalnya dalan rangka meningkatkan fungsi intermediasi melalui literasi dan inklusi keuangan.
Sehingga jika kas daerah ditarik dari BPD maka tentunya akan berdampak signifikan terhadap kelangsungan usaha BPD manapun, termasuk Bank Banten. Dia mengibaratkan kas daerah sebagai darah dalam nadi tubuh BPD yang memastikan operasionalisasi bank dapat berjalan sebagaimana mestinya.
"Menurut hemat saya, sebelum membuat kebijakan kiranya harus dikalkulasikan terlebih dulu dampaknya. Pemprov Banten mungkin saja tidak mengetahui bahwa pemindahan dana kas daerah akan menyebabkan rush dan merugikan badan hukum daerahnya ketika terdampak pandemi.
Selain itu, ada baiknya kebijakan-kebijakan strategis yang akan diambil seyogyanya dibicarakan terlebih dahulu dengan DPRD, apalagi pembentukan Bank Banten merupakan amanat yang tertuang dalam Perda. Oleh karenanya, dengan disahkannya Perda No 1/2020 kiranya dapat menjadi langkah strategis bagi Pemprov Banten untuk melakukan langkah-langkah korektif," katanya.
Sebelumnya, Pemprov Banten memindahkan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dari Bank Banten ke Bank BJB. Hal ini secara spontan menambah tekanan likuiditas kepada Bank Banten yang sedang terdampak Pandemi COVID-19.
Henry menambahkan jika Bank Banten ditempatkan sebagai agen pelayanan publik justru harus didorong, terutama langkah penyehatannya. Dia mencontohkan langkah pemerintah pusat ketika menempatkan dana di Bank Himbara dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Lalu jika Bank Banten konsepnya cenderung ke bisnis maka seharusnya dilakukan perhitungan secara seksama sebelum memindahkan kas daerahnya, sehingga dapat mengetahui risikonya. Jika diproyeksikan dengan memindahkan kas daerah akan memberatkan kondisi BPD, maka sebaiknya tidak dilakukan pemindahan kas daerah. Langkah penyehatan dapat dimulai dari pergantian pengurus atau upaya lainnya.
Kalaupun Pemprov Banten ingin melakukan upaya penyehatan, maka sebagai industri yang diregulasi dengan ketat harus memperkuat modal dan likuiditas. Dia mengatakan bahwa kas daerah yang ditempatkan di BPD biasanya merupakan sumber likuiditas utama yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kelangsungan usaha BPD, sehingga jika dana ditarik maka bisnis BPD pun tidak bisa berjalan.
"Jika kas daerah itu ditarik, Bank Banten mau memutar pakai uang apa?" katanya.
Apalagi, tuturnya, sesuai regulasi pemegang saham pengendali memiliki kewajiban untuk membantu bank yang dimiliki bila mengalami kesulitan. "Namun, apakah Pemprov Banten sebagai pemegang saham pengendali sudah melakukan kewajibannya?," tanya Henry.
Sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banten memberikan rekomendasi kepada PT Banten Global Development (BGD) untuk segera mengirim surat kepada Pemerintah Provinsi Banten terkait penambahan modal Bank Banten.
"Surat itu agar Pemprov Banten segera mencairkan dana yang ada di Bank Banten ke ke rekening escrow yang tak bisa ditarik lagi, dan tak ada bunga. Ini sebagai modal dasarnya BGD di Bank Banten," ujar Ketua Komisi III, Gembong R Sumedi menjelaskan Hasil Rapat Dengar Pendapat kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Kamis (5/11/2020). BGD merupakan BUMD yang dibentuk oleh Pemprov Banten sebagai induk dari Bank Banten.
Hal tersebut diungkapkan Gembong karena penambahan modal Bank Banten melalui skema rights issue belum terlaksana hingga saat ini. Padahal dana setoran modal Rp 1,55 triliun dari Pemprov Banten sudah ada di dalam rekening Bank Banten. Dana tersebut tercatat sebagai kas daerah Banten di rekening Bank Banten.
Usut punya usut, diperlukan perintah eksekusi agar dana tersebut bisa dikonversi dari kas daerah menjadi penyertaan modal Pemprov ke BDG. Setelah itu, BGD akan menyetorkan dana tersebut ke escrow account dalam rangka rights issue.
Dasar hukum mengenai penyertaan modal tersebut juga sudah ada, yakni Perda Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penambahan Penyertaan Modal Ke Dalam Modal Saham PT Banten Global Development (BGD) untuk Pembentukan Bank Pembangunan Daerah Banten. Perda ini lahir Juli 2020 lalu.
Sebelumnya Bank Banten telah mengantongi pendapat hukum dari Kejaksaan Agung RI terkait upaya perkuatan permodalan. Pendapat hukum ini sebenarnya cukup untuk para stakeholder, terutama Pemprov Banten untuk mendukung penyertaan modal di Bank Banten.
Dengan diperolehnya dukungan dalam bentuk permodalan tersebut, Bank Banten akan semakin leluasa untuk mengembangkan proses internal penilaian kecukupan modal seraya menetapkan target-target bisnis sesuai dengan profil risiko serta lingkungan pengendalian bank.
Sebagaimana dituangkan dalam Kerangka Basel, jumlah permodalan yang harus dipenuhi untuk mendukung penguatan fundamental bisnis Bank Banten sekurangnya harus dapat merefleksikan mitigasi risiko yang mencakup diantaranya risiko kredit berikut konsentrasinya, risiko operasional, risiko pasar, dan juga risiko-risiko lainnya.
Pengamat perbankan, Rizqullah menyatakan penambahan modal Bank Banten harus segera terealisasi. Apalagi, Bank Banten juga membutuhkan tambahan likuiditas, akibat bisnis menurun di tengah pandemi Covid-19.
"Kalau ibarat manusia kehabisan darah. Harus secepatnya tidak bisa ditunda. Kalau ditunda-tunda itu maka Bank Banten akan mati pelan-pelan," ujar pengamat perbankan, Rizqullah kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Kamis (5/11/2020).
Rizqullah yang puluhan tahun berkarir sebagai bankir menyebutkan bahwa dukungan penuh dari Pemerintah Provinsi diperlukan untuk memastikan proses penyertaan modal bisa dilakukan secepatnya.
Langkah dari Pemprov Banten tersebut, tuturnya, bisa mengembalikan kepercayaan pada deposan, investor dan juga masyarakat kepada Bank Bank Banten. Selanjutnya, Pemprov juga bisa mengajak pula 8 pemda kabupaten/kota di Banten untuk ikut menjadi pemilik dari bank ini.
"Sehingga Bank Banten betul-betul milik Banten. Sekarang baru provinsi dan masyarakat yang tercatat sebagai pemilik Bank Banten," ujarnya.
Bila langkah-langkah ini dilakukan secara cepat dan konsisten, maka Bank Banten akan pulih lebih cepat dan menghasilkan keuntungan. Akhirnya, bukan tak mungkin Bank Banten membagikan dividen untuk tahun-tahun mendatang, seperti yang terjadi di BPD lainnya.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kelola RKUD Banten, Bank Banten Layani Aktivasi Rekening ASN