Aksi Jual Dolar AS Berlanjut Usai Pilpres, Rupiah Menguat?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 November 2020 18:27
Cover Headline, Pilpres AS, Trump-Biden
Foto: Foto/ Kolase Pilpres AS

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat 0,21% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.540/US$ pada perdagangan Rabu (4/10/2020). Di awal perdagangan, Mata Uang Garuda bahkan sempat menyentuh level Rp 14.480/US$, terkuat sejak 6 Agustus lalu.

Penguatan rupiah terjadi merespon hasil sementara pemilihan presiden AS yang menunjukkan keunggulan calon dari Partai Demokrat, Joseph 'Joe' Biden, dengan lawannya petahana dari Partai Republik, Donald Trump.

Penghitungan suara di AS masih berlangsung hingga saat ini. Setelah Pilpres usai, aksi jual dolar AS diperkirakan masih akan berlanjut, terlihat dari survei yang dilakukan Reuters.

Survei yang dilakukan pada 27 Oktober hingga 2 November menunjukkan sebanyak 29 dari 42 analis atau sekitar 70% mengatakan posisi jual (short) dolar AS masih akan tetap sama atau malah meningkat setelah Pilpres usai.

Selain itu, 39 dari 60 analis mengatakan pergerakan dolar AS akan lebih tergantung dari hasil Pilpres ketimbang penyebaran penyakit virus corona (Covid-19).

"Pergerakan dolar AS jelas tergantung dari hasil pilpres, tetapi yang terlihat adalah... ruang penguatan dolar AS yang sangat kecil, dan ketika itu terjadi, penguatan dolar AS akan dianggap sebagai peluang melakukan aksi jual," kata Steve Englander, kepala riset mata uang G10 di Standar Chartered, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (3/11/2020).

Sebanyak 25 dari 57 analis yang disurvei Reuters juga menyatakan dolar AS akan menguat seandainya Donald Trump terpilih kembali sebagai presiden.

Kemudian survei yang lebih terhadap lebih dari 70 analis mata uang menunjukkan dolar AS akan melemah melawan mata uang utama di tahun depan.

Aksi jual dolar AS yang diprediksi masih akan berlanjut tentunya bisa menguntungkan bagi rupiah. Tetapi, jangan buru-buru senang, sebab Pilpres AS saja masih belum usai, ada kemungkinan masih ada proses panjang.

Berdasarkan data dari AP, hingga pukul 17:00 WIB Joe Biden unggul dengan memperoleh 238 electoral vote sementara Trump 213. Diperlukan minimal 270 electoral vote untuk memenangi pilpres di AS.

Trump kini unggul di beberapa negara bagian yang masih belum selesai perhitungan suaranya. Battleground kini ada di Negara Bagian Pennsylvania, dengan jumlah suara yang masuk baru 64%, dan memiliki electoral vote sebanyak 20. Satu lagi di Negara Bagian Michigan, dengan suara masuk sebanyak 82%, dan memiliki electoral vote sebanyak 16.

Artinya jika Biden mampu menang di 2 negara bagian tersebut, maka ia akan menjadi Presiden AS ke-46. Trump masih unggul dengan 55,7% di Pennsylvania dan 51,5% di Michigan, tetapi masih belum semua suara masuk ke perhitungan.

Presiden Trump malah sudah mengklaim kemenangannya, sebelum perhitungan suara berakhir.

"Jutaan dan jutaan orang memilih kami malam ini. Dan sekelompok orang yang sangat menyedihkan sedang mencoba mencabut hak pilih dari kelompok orang itu. Dan kami tidak akan mendukungnya," kata Trump di Ruang Timur Gedung Putih, sebagaimana dilansir CNBC International.

"Kita sudah bersiap untuk perayaan besar. Kita menang segalanya, dan tiba-tiba itu semua dibatalkan," tambahnya.

Trump juga berencana menggugat hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi untuk menghentikan perhitungan suara. Seandainya perhitungan dihentikan, tentunya Trump akan unggul di Pennsylvania dan Michigan, dan melanjutkan periode kedua pemerintahannya.

Trump sepertinya bermaksud menghentikan penghitungan surat suara via pos yang dapat diterima secara hukum oleh dewan pemilihan negara-negara bagian setelah pemilihan hari Selasa (3/11/2020), asalkan dikirim tepat waktu.

Pilpres saat ini sepertinya masih belum akan berakhir cepat, dan kembali muncul ketidakpastian di pasar. Jika itu terjadi, rupiah tentunya akan mengalami tekanan.
Tetapi setelah pilpres usai, dan dimenangkan oleh Joe Biden, rupiah berpotensi kembali perkasa.

Perang dagang AS-China kemungkinan akan berakhir jika Biden menjadi orang nomer 1 di Negeri Adi Kuasa. Hal itu tentunya akan berdampak positif ke negara-negara emerging market seperti Indonesia.

Hasil riset JP Morgan yang dirilis pada 29 Oktober lalu juga menunjukkan pasar saham maupun mata uang negara-negara emerging market akan diuntungkan jika Biden menjadi orang nomor 1 di Negeri Paman Sam. Sebab kebijakan perdagangan yang diambil dikatakan kurang impulsif.

Selain berakhirnya perang dagang, jika Biden dan Partai Demokrat akhirnya berkuasa, pajak korporasi di AS akan dinaikkan. Hal itu justru berdampak bagus bagi Indonesia, sebab berpotensi membuat para investor akan mengalirkan modalnya ke negara emerging market seperti Indonesia.

Kemudian, dari segi stimulus fiskal, Biden tentunya akan menggelontorkan dengan nilainya lebih besar ketimbang Trump dan Partai Republik.

Nancy Pelosi, ketua House of Representative (DPR) dari Partai Demokrat sebelumnya mengajukan stimulus fiskal dengan nilai US$ 2,2 triliun, yang tidak disepakati oleh Pemerintahan Trump, dan ditolak oleh Partai Republik.

Semakin besar stimulus artinya semakin banyak uang yang beredar di perekonomian, secara teori dolar AS akan melemah. Belum lagi jika Indonesia kecipratan capital inflow akibat stimulus tersebut, tentunya rupiah akan semakin perkasa.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular