
Thailand Gonjang-ganjing Tapi Bath Perkasa, Apa Rahasianya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Thailand sedang dilanda demo berjilid-jilid dalam beberapa bulan terakhir. Namun, situasi tidak kondusif tersebut belum mampu meruntuhkan keperkasaan mata uang Thailand, bath.
Pada perdagangan hari ini, Selasa (3/11/2020), baht menguat 0,32% ke 31,05/US$ di pasar spot melansir data Refinitif. Baht bahkan sudah menguat dalam 4 hari terakhir.
Demonstrasi berjilid-jilid di Thailand dimulai sejak 18 Juli lalu. Artinya sudah berlangsung selama lebih dari 3 bulan. Sejarah mencatat kondisi perpolitikan Thailand memang penuh intrik dan gejolak. Kali ini unjuk rasa para mahasiswa dan pelajar sekolah menengah itu dipicu oleh putusan pengadilan untuk membubarkan partai pro-demokrasi Februari lalu.
Melansir BBC, Future Forward Party (FFP) terbukti sangat populer di kalangan pemilih muda yang baru pertama kali dan memperoleh bagian kursi parlemen terbesar ketiga dalam pemilu Maret tahun lalu yang dimenangkan oleh kepemimpinan militer sebagai petahana.
Aksi protes kembali terjadi pada bulan Juni ketika aktivis pro-demokrasi terkemuka Wanchalearm Satsaksit hilang di Kamboja, tempat dia berada dalam pengasingan sejak kudeta militer 2014.
Gelombang demonstrasi terus terjadi. Puluhan ribu peserta demo turun ke jalan raya dalam pekan terakhir mendesak Perdana Menteri Jenderal Prayut Chan-o-cha mundur dan menerapkan konstitusi baru.
Demo juga kembali menuntut pembatasan pada kekuasaan Raja Thailand Maha Vajiralongkorn. Sang Raja, tulis AFP, dianggap tak hadir di negeri itu saat ekonomi anjlok karena pandemi. Raja yang banyak menghabiskan waktu lama di Eropa menimbulkan kemarahan warga di media sosial dalam beberapa bulan terakhir.
Sejak demo dimulai pada pertengahan Juli tersebut, maka uang baht masih anteng, sama sekali tidak mengalami gejolak. Pada Senin (20/6/2020), baht berada di level 31,79/US$, dibandingkan posisi hari ini, artinya terjadi penguatan 2,33%.
Jika dilihat lebih ke belakang, baht sebenarnya mulai menguat sejak Oktober 2015 terus berlanjut hingga Desember tahun lalu. Pada 31 Desember, baht berada di 29,76/US$ yang merupakan level terkuat sejak Mei 2013. Sepanjang tahun 2019, baht berhasil mencatat penguatan sekitar 8%, menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik di dunia.
Namun, penguatan tersebut sebenarnya tidak membuat pemerintah Thailand senang. Penguatan baht membuat ekspor Thailand merosot, begitu juga dengan kunjungan wisatawan manca negara yang turun drastis.
Alhasil, bank sentral Thailand sampai harus memangkas suku bunga sebanyak 2 kali tahun lalu guna meredam penguatan baht.
Rahasia utama kenapa baht bisa begitu perkasa adalah surplus transaksi berjalan (current account) yang besar. Data dari Trading Economics menunjukkan surplus current account Thailand di tahun 2018 sebesar 6,8% dari produk domestik bruto (PDB).
source: tradingeconomics.com
Current Account menggambarkan arus masuk-keluar devisa yang datang dari ekspor-impor barang dan jasa, pendapatan primer, serta serta pendapatan sekunder. Current Account merupakan satu dari dua komponen Neraca Pembayaran Internasional (Balance of Payment), dan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju mata uang lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.
Semakin besar surplus current account, maka nilai tukar mata uang cenderung akan menguat, sebab devisa mengalir deras ke dalam negeri.
Baru di tahun ini, kinerja baht memburuk akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Semenjak pecah demonstrasi bulan Juli lalu, baht memang menguat hingga saat ini, tetapi secara year-to-date masih mengalami pelemahan 4,33%.
Pandemi Covid-19 membuat ekspor Thailand merosot tajam, begitu juga dengan kedatangan wisatawan mancanegara. Alhasil, bank sentral Thailand memprediksi surplus current account di tahun ini menyusut menjadi 2,8%.
"Dengan menyusutnya surplus current account, tentunya akan meredakan tekanan dari apresiasi baht. Skenario penyusutan surplus tersebut kemungkinan akan membuat baht melemah," kata Titanun Mallikamas, asisten gubernur bank sentral Thailand, sebagaimana dilansir Bangkok Post, Kamis (15/10/2020).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Melemah 2,5% YTD, Tenang! Ada yang Lebih Buruk Lagi