
Libya Akhiri Force Majeure & Covid-19 Menggila, Minyak Anjlok

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah untuk kontrak yang aktif diperdagangkan lanjut koreksi awal pekan ini. Kenaikan kasus infeksi Covid-19 di berbagai belahan dunia dan kenaikan output minyak Libya turut menjadi penekan harga.
Pada 09.35 WIB, harga minyak berjangka Brent terpangkas 1,48% ke US$ 41,15/barel dan harga minyak berjangka acuan AS yakni West Texas Intermediate (WTI) turun 1,56% ke US$ 39,23/barel.
Amerika Serikat melaporkan jumlah tertinggi infeksi virus Corona baru dalam dua hari hingga Sabtu, sementara di Prancis kasus baru mencapai rekor lebih dari 50.000 pada hari Minggu.
Peningkatan kasus di AS dan negara-negara Benua Biru sudah disebut mengkhawatirkan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut ada beberapa negara yang termasuk ke dalam zona bahaya lantaran rumah sakitnya mulai penuh jelang musim dingin.
Musim dingin yang terjadi di akhir tahun jadi momok yang menakutkan. Pasalnya saat musim dingin tiba berbagai penyakit seperti flu dan bahkan yang dipicu oleh virus Corona biasanya muncul.
Belum tersedianya vaksin yang ampuh dan aman sampai musim dingin tiba semakin mengkhawatirkan dan berpotensi memicu lonjakan kasus infeksi besar-besaran terutama di negara-negara empat musim yang sudah terjangkit parah.
Kenaikan kasus infeksi banyak terjadi terutama di negara-negara Benua Biru. Prancis, Inggris, Rusia, Republik Ceko dan Italia berkontribusi lebih dari setengah dari semua kasus yang dilaporkan selama periode itu, berdasarkan laporan tersebut.
"Beberapa bulan ke depan akan menjadi sangat sulit dan beberapa negara berada di jalur yang berbahaya," ungkap Direktur Jenderal Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah konferensi pers.
Lonjakan kasus infeksi yang signifikan ini membuat prospek pemulihan permintaan minyak tertekan di saat pasokan di pasar mulai digenjot. Inilah yang membuat harga minyak ambles belakangan ini.
Di sisi pasokan, National Oil Corp Libya pada hari Jumat mengakhiri force majeure pada ekspor dari dua pelabuhan utama dan mengatakan produksi akan mencapai 1 juta barel per hari (bpd) dalam empat minggu, peningkatan yang lebih cepat dari yang diperkirakan banyak analis.
OPEC+, selaku kelompok produsen yang termasuk Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia, juga akan meningkatkan produksi sebesar 2 juta barel per hari pada Januari 2021 setelah memangkas produksi dengan jumlah rekor awal tahun ini.
"Kebangkitan kasus Covid-19 di Eropa dan Amerika Utara telah menghentikan pemulihan permintaan," kata ANZ Research dalam sebuah catatan, melansir Reuters.
"Jika kondisi pasar memburuk, (OPEC+) tidak akan punya pilihan selain menunda kenaikan kuota satu atau dua bulan pada pertemuannya pada 1 Desember," tambah ANZ.
Presiden Rusia Vladimir Putin pekan lalu mengindikasikan bahwa ia mungkin setuju untuk memperpanjang pengurangan produksi minyak OPEC+.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Turut Terguncang