
PDB China Positif, Bursa Asia Hijau! Shanghai Merah Sendirian

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Asia pada Senin awal pekan ini (19/10/2020) ditutup mayoritas menguat, seiring dengan rilis data pertumbuhan ekonomi China yang tumbuh positif.
Tercatat indeks Nikkei Jepang ditutup meroket 1,11%, indeks Hang Seng Hong Kong melesat 0,64%, indeks Shanghai China melemah 0,71%, indeks STI Singapura menguat 0,42% dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,22%.
Indeks Shanghai sejak pagi melemah sendirian, ditengarai karena adanya aksi tarik keuntungan alias profit taking.
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,45% di level 5.126,33. IHSG ikut terkena dampak positif dari data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 China.
Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi jual bersih sebanyak Rp 358 miliar di pasar reguler hari ini dengan nilai transaksi menyentuh Rp 8,6 triliun. Tercatat, 212 saham menghijau, 201 saham merah, dan sisanya 181 stagnan.
Bursa Asia ditutup menghijau berkat data pertumbuhan ekonomi China yang tumbuh positif.
Data pertumbuhan ekonomi China, yang tercermin dari produk domestik bruto (PDB) pada kuartal III-2020 tercatat tumbuh positif sebesar 4,9% (year-on-year/YoY).
Ekonomi ekspansi dari kuartal sebelumnya 3,2%. Namun, menurut Reuters, ini masih lebih rendah dari konsensus pasar di mana ekonomi diprediksi tumbuh 5,2%.
Artinya, ekonomi negeri yang dipimpin Xi Jinping ini sudah sangat dekat dengan level sebelum pandemi.
"China menjadi negara besar pertama yang kembali ke jalur pertumbuhan ekonomi. Ini bisa terjadi berkat penanganan pandemi yang cepat serta respons stimulus yang efektif," sebut riset Capital Economics.
Ketika banyak negara berjuang keras untuk segera keluar dari resesi, tidak demikian dengan China. Kontraksi ekonomi sejauh ini cuma berlangsung pada kuartal I-2020, setelah itu tidak ada kelanjutan.
Sementara itu dari Negeri Paman Sam, stimulus fiskal di Amerika Serikat (AS) sepertinya tidak akan cair sebelum pilpres selesai.
Hal ini tentunya membenahi sentimen pelaku pasar yang selama ini menanti tambahan stimulus. Selain itu, pemulihan ekonomi AS juga akan melambat tanpa adanya stimulus fiskal".
Lupakan stimulus fiskal, tidak akan terwujud dalam waktu dekat. Pasar sudah berekspektasi stimulus baru bisa diterapkan pada 2021," tegas Chris Weston, Head of Research Pepperstone yang berbasis di Melbourne, seperti dikutip dari Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
