Ngeri-ngeri Sedap Koleksi Saham Bank BUKU I, Mau Coba?

Market - Tri Putra, CNBC Indonesia
16 October 2020 14:04
Kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Foto: Kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bakal ada banyak bank BUKU I (bank umum kelompok usaha, dengan modal inti Rp 100 miliar-Rp 1 triliun) akan melakukan merger untuk memenuhi ketentuan modal minimum Rp 1 triliun di tahun ini dan Rp 3 triliun pada 2022.

Bagaimana potensi saham perbankan-perbankan bermodal cekak yang akan melakukan aksi korporasi ini?

Apakah lebih baik melihat dari samping, atau lebih baik mencoba peruntungan dan masuk ke saham-saham ini selagi statusnya belum naik kelas dari Bank BUKU I ke bank BUKU II (modal inti Rp 1 triliun-Rp 5 triliun)?

"Ngeri-ngeri sedap", mungkin kalimat yang dipopulerkan oleh almarhum politikus Sutan Bhatoegana inilah yang paling cocok untuk menggambarkan potensi dan risiko mengkoleksi saham Bank BUKU I.

Kengerian mengkoleksi Bank BUKU I dikarenakan ultimatum OJK bahwa jika perbankan BUKU I tidak dapat memenuhi ketentuan modal inti di atas Rp 1 triliun hingga akhir tahun, maka bank tersebut akan di-downgrade menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Hal ini akan menimbulkan masalah baru sebab menurut peraturan OJK, BPR tidak boleh dimiliki sahamnya oleh investor asing sehingga status bank yang diturunkan kelasnya ini di pasar modal akan menjadi tanda-tanya?

Apakah nantinya regulator akan memberikan notasi khusus untuk saham yang tidak bisa dibeli oleh investor asing dan asing yang sudah terlanjur masuk harus dibeli kembali sahamnya oleh perusahaan?

Atau dipaksa menjual kepemilikanya di pasar?

Semua masih menjadi tanda tanya.

Bahkan bukan tidak mungkin nantinya jika saham-saham bank yang turun kelas akan 'ditendang' dari bursa alias delisting.

Apabila di-delisting tentu saja investor akan rugi besar sebab ketika terjadi involuntary delisting maka emiten tidak harus melakukan buyback saham publik, sehingga nantinya saham anda akan diubah ke dalam bentuk warkat dan tidak dapat ditransaksikan lagi di BEI.

Ngeri bukan?

Akan tetapi jangan lupa ada ke'sedap'an di balik kengerian ini.

Sedapnya mengkoleksi saham bank mini adalah ketika nantinya ternyata sudah ada investor strategis yang menyuntik dana dan ternyata investor tersebut adalah investor kelas kakap, maka bukan tidak mungkin harga saham bank tersebut akan langsung melesat ratusan persen.

Contohlah saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang dulu masih bernama Bank Artos.

Saham ARTO sempat melejit 3.416% atau 34 kali lipat ke level tertingginya setelah dikabarkan perusahaan startup raksasa Gojek-lah yang akan menjadi investor strategis ARTO.

Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, beberapa bank yang dikejar kewajiban tambah modal jika tidak ingin turun kelas di antaranya BPD Banten, BPD Sulteng, BPD Lampung, PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI), PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI), PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS), Bank Fama, dan BPD Bengkulu.

Ini berarti ada tiga saham Bank BUKU I yang sahamnya dapat dikoleksi oleh para investor pencinta risiko yakni BBHI, BBSI, dan BEKS.

Bank Harda hanya memiliki modal inti Rp 272,03 miliar per Juni 2020. Dengan demikian, dalam 2 bulan ke depan, perseroan wajib menambah modal minimal Rp 728 miliar.

Manajemen BBHI sebelumnya mengungkapkan masih dalam penjajakan dengan beberapa investor strategis yang siap menyuntikkan modal kepada perusahaan pada tahun ini.

"Total mesti Rp 1 triliun, sekarang modal inti sekitar Rp 300 miliar. Ini juga ada aturan OJK soal konsolidasi," kata Direktur Bank Harda, Harry Abbas, kepada CNBC Indonesia.

Rencana penambahan modal Bank Harda ini ditargetkan terealisasi pada tahun ini, tapi pihaknya belum bisa memberikan informasi terkait dengan calon investor strategis.

Sedangkan untuk Bank Bisnis perseroan bulan depan akan meminta izin RUPSLB untuk melakukan right issue yang akan digelar sebelum akhir tahun untuk memenuhi kewajiban modal inti dari OJK.

Singkat cerita, apabila Anda adalah investor konservatif yang menempatkan dananya di saham-saham berfundamental baik yang memiliki prospek usaha yang cerah, saham bank mini tidak cocok untuk Anda.

Akan tetapi apabila Anda adalah investor yang doyan berspekulasi dan menganggap keuntungan yang nantinya akan didapatkan ketika mengkoleksi bank-bank kecil ini lebih besar daripada risikonya, maka saham bank Buku I mungkin cocok untuk Anda.

Tapi kembali lagi, semuanya kembali pada horizon investasi, dan bujet Anda.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500


(trp/trp)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading