
Sederet Alasan Penyertaan Modal Bank Banten Tak Bisa Ditunda

Jakarta, CNBC Indonesia- Rencana penambahan modal PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten/BEKS) sudah di depan mata, setelah sempat tertunda beberapa kali. Bila terealisasi Bank Banten berpeluang mengakselerasi kemandirian dan pertumbuhan ekonomi dari provinsi termuda di Jawa ini
Hingga Agustus 2020, dana pihak ketiga (DPK) yang dikelola oleh sistem perbankan di Banten mencapai Rp 207,35 triliun atau memiliki pangsa pasar hanya 3,2% dari total DPK nasional.
Kredit yang disalurkan bank umum di Banten juga baru Rp 150,39 triliun, atau hanya 2,72% dari total nasional. Intermediasi perbankan di Banten baru peringkat 6, di bawah seluruh provinsi di Jawa dan Sumatera Utara
Bahkan hanya ada 101 kantor cabang bank di Banten hingga saat ini. Bandingkan dengan Jawa Timur yang memiliki 407 cabang, Jawa Barat 401 cabang, ataupun Jawa Tengah 303 cabang.
Di tengah sistem perbankan yang belum optimal tersebut, Bank Banten tercatat juga belum menjadi tuan rumah di provinsinya sendiri. Hal ini tercermin dari DPK yang dikelola baru Rp 4,33 triliun sementara penyaluran kredit baru 4,26 triliun.
Padahal provinsi Banten yang berusia 20 tahun pada tahun ini, pada dasarnya memiliki potensi ekonomi yang besar. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan ekonomi atau produk domestik regional bruto (PDRB) selalu di atas rata-rata nasional. Pada 2019 ekonomi Banten tumbuh 5,53%, sementara nasional hanya 5,02%.
Pada kuartal I-2020 ekonomi Banten masih tumbuh di atas nasional. Namun, sayang akibat pandemi Covid-19, ekonomi Banten terkoreksi lebih dalam dari rata-rata nasional pada Kuartal II-2020.
Berdasarkan Kajian Ekonomi Regional Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi Banten pada kuartal IV-2019 berada di posisi ketiga di antara provinsi Jawa lainnya. Pada 2019, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten dari sisi permintaan terutama didorong oleh membaiknya net ekspor serta konsumsi yang tumbuh cukup tinggi. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ditopang oleh meningkatnya kinerja industri pengolahan, konstruksi, perdagangan, transportasi & pergudangan, dan real estate.
Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengatakan pada dasarnya kehadiran Bank Banten merupakan keinginan Provinsi Banten lepas dari Bank Jabar & Banten. Provinsi ini ingin mandiri dan memiliki bank sendiri
"Dulu karena ingin lepas dari Bank Jabar. Mereka harusnya lebih baik punya BPD sendiri. Namun dalam perjalanan waktu ternyata ada kesulitan," ujar Suria Dharma kepada CNBC Indonesia, Rabu (4/11/2020)
Kesulitan tersebut tak terlepas dari warisan Bank Pundi, entitas sebelumnya yang kemudian berubah jadi Bank Banten. Bank Pundi menyisakan banyak kredit bermasalah yang harus diselesaikan setahap demi setahap oleh manajemen Bank Banten.
Gubernur Banten Wahidin Halim mengungkap beban peninggalan Bank Pundi berupa kredit macet sebesar Rp 3,6 triliun yang harus dikelola manajemen Bank Banten. Sehingga dirinya merasa "ketiban pulung."
"Kenapa saya tidak banyak omong? Karena saya mengikuti proses. Dari awal bank ini sengkarut. Dibutuhkan modal Rp 3,2 triliun termasuk di dalamnya ada hutang-hutang yang tidak terbayar," ujar Wahidin Halim dalam keterangan tertulis pertengahan Juli lalu.
Namun, Wahidin Halim tetap berkomitmen untuk melakukan penyehatan Bank Banten. Pemprov pun menginisiasi pembentukan Perda Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penambahan Penyertaan Modal Ke Dalam Modal Saham PT Banten Global Development (BGD) untuk Pembentukan Bank Pembangunan Daerah Banten. BGD merupakan BUMD yang dibentuk sebagai induk dan pengendali Bank Banten.
Dengan Perda tersebut, maka Pemprov bisa menambah modal BGD hingga Rp 1,55 triliun yang kemudian akan digunakan untuk penyertaan modal di Bank Banten melalui skema penawatan umum terbatas (PUT) IV atau rights issue.
Suria Dharma menilai peran Pemprov Banten dalam penyehatan Bank Banten sangat penting karena belum tentu bisa mengharapkan adanya investor baru. Apalagi, tuturnya, penambahan modal untuk Bank Banten harus terealisasi segera.
"Tahun 2022 minimal modal bank Rp 3 triliun sesuai aturan dari OJK. Maka secara bertahap modal harus ditingkatkan," jelasnya.
Selain itu, rasio kecukupan (CAR) Bank Banten per Juni 2020 tercatat 8,02%, yang membuat bank ini tak bisa bergerak untuk ekspansi alias pertumbuhan akan terhambat.
Faktor lain adalah likuiditas Bank Banten juga semakin ketat akibat pandemi Covid-19. Apalagi Pemda Banten memindahkan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Bank BJB beberapa waktu lalu.
Pada dasarnya, Pemprov Banten telah menyetorkan dana Rp 1,55 triliun dalam rangka penyuntikan modal Bank Banten melalui skema rights issue. Dana tersebut merupakan konversi dari kas daerah yang ada di Bank Banten.
Namun, Pemprov perlu memindahkan dana tersebut ke rekening BGD sebagai induk Bank Banten dan kemudian dimasukan dalam esrow account dalam rangka rights issue. Tanpa langkah ini, maka Bank Banten belum bisa menggelar rights issue dan setoran modal belum bisa terserap.
Demi keperluan rights issue ini, Bank Banten pun telah menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada awal Oktober lalu. Target dana yang bisa dihimpin dari rights issue ini mencapai Rp 1,55 triliun sampai Rp 3,04 triliun.
Bila rights issue ini terealisasi pada akhir tahun ini, maka CAR Bank Banten akan meningkat signifikan di atas 40%, yang bisa menjadi modal untuk mendukung ekspansi ke depan.
Suria Dharma berpandangan bila BPD dikelola dengan baik maka akan sehat dan menghasilkan keuntungan. Dia melihat beberapa BPD yang ada di Jawa, cukup kuat dan mampu mendukung perekonomian provinsinya masing-masing.
"BPD itu musti dikelola dengan baik. Ada juga BPD yang sehat, tapi kelola kurang bagus. Jadi sebenarnya BPD bisa dikelola seperti bank besar," ujarnya.
Bila Bank Banten sehat dan menghasilkan keuntungan, maka bukan tak mungkin ada pembagian dividen pada tahun-tahun mendatang.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kelola RKUD Banten, Bank Banten Layani Aktivasi Rekening ASN