
Kurs Dolar Australia Terjun 2% ke Rp 10.407, Terendah 2 Bulan

sgJakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia terjun berhadapan dengan rupiah pada perdagangan Kamis (15/10/2020), hingga menyentuh level terlemah dalam lebih dari 2 bulan terakhir. Mata Uang Kanguru terpukul setelah gubernur bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA), Philip Lowe.
Melansir data Refinitiv, AU$ 1 setara Rp 10.407,75, dolar Australia merosot 1,01% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Jika bertahan hingga penutupan perdagangan nanti, posisi tersebut akan menjadi yang terlemah sejak 5 Agustus lalu.
Kemarin dolar Australia mampu menguat tipis, tetapi dalam 2 perdagangan sebelumnya juga merosot. Total sejak Senin hingga sore ini, dolar Australia ambrol lebih dari 2%.
Gubernur Lowe, yang berbicara di acara konfrensi investasi tahunan Citi Group pagi tadi mengatakan pelonggaran moneter lebih lanjut akan mendukung pasar tenaga kerja serta mengurangi tekanan dari penguatan dolar Australia.
"Ketika pandemi berada di titik terburuk dan diperparah dengan pembatasan aktivitas, kami melihat dampak dari pelonggaran moneter tidak terlalu besar," kata Lowe sebagaimana dilansir news.com.au, Kamis (15/10/2020).
"Saat ekonomi mulai dibuka, akan masuk akan untuk memperkirakan pelonggaran moneter lebih lanjut akan mendorong perekonomian berputar lebih cepat ketimbang sebelumnya," tambahnya.
Lowe juga mengatakan, suku bunga tidak akan dinaikkan setidaknya dalam 2 sampai 3 tahun ke depan.
Alhasil, dolar Australia langsung KO. Hasil survei Reuters menunjukkan RBA diprediksi akan memangkas suku bunga acuan menjadi 0,1% dari saat ini 0,25% di bulan November.
Di awal pekan, dolar Australia tertekan oleh kebijakan bank sentral China (People's Bank of China/PBoC).
PBoC pada Sabtu lalu mengumumkan pelonggaran kebijakan dalam mengambil posisi jual (short) yuan China yang mulai berlaku Senin kemarin. Hal itu dilakukan setelah kurs yuan menguat 6,6% melawan dolar AS sejak bulan Mei.
PBoC memangkas forex risk reserve ratio atau Giro Wajib Minimum (GWM) untuk kontrak forward di pasar valuta asing menjadi 0% dari sebelumnya 20%.
Perbankan yang akan mengambil posisi short kini tidak perlu GWM untuk mengambil posisi short kontrak forward yuan. Sebelumnya, perbankan di China perlu GWM sebesar 20% dari total nilai transaksi.
"Penghilangan GWM sebesar 20% membuat pelaku pasar bisa ikut mengambil posisi short yuan. Perubahan kebijakan tersebut terjadi setelah yuan mencapai rekor terkuat sejak April 2019," kata Kim Mundy, ahli stretegi di Commonwealth Bank of Australia, sebagaimana dilansir poundsterlinglive, Senin (12/10/2020).
Dolar Australia dikatakan memiliki korelasi yang positif yang kuat dengan yuan China, sebab kedua negara merupakan mitra dagang utama. Outlook perekonomian China juga kerap dikaitkan dengan outlook Australia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina
