
Rupiah Tidak Melemah Sih, Tapi Terburuk Kedua di Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah tidak melemah, tidak juga menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (14/10/2020). Ini berarti dalam 2 hari terakhir rupiah berakhir stagnan, bedanya kali ini Mata Uang Garuda menjadi yang terburuk kedua di Asia.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di level Rp 14.670/US$, menguat 0,07% di pasar spot. Tetapi tidak lama, langsung melemah hingga 0,44% ke Rp 14.745/US$. Setelahnya rupiah berhasil memangkas pelemahan dan berada di level Rp 14.700/US$, melemah 0,14% hingga beberapa menit jelang bel penutupan perdagangan.
Rupiah pada akhirnya menutup perdagangan di level Rp 14.680/US$, sama persis dengan penutupan kemarin dan 2 hari lalu.
Meski tidak melemah, rupiah hanya lebih baik dari ringgit Malaysia yang menjadi satu-satunya mata uang utama Asia yang melemah. Hingga pukul 15:05 WIB, ringgit melemah 0,24%, sementara mata uang lainnya berada di zona hijau.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Rupiah mendapat tekanan hari ini setelah Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dalam Global Economic Outlook edisi Oktober, IMF kini memperkirakan ekonomi dunia pada 2020 mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) 4,4%. Membaik dibandingkan proyeksi yang dirilis pada April lalu yaitu -4,9%.
Tetapi kabar buruknya Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (Amerika Serikat/AS) itu malah memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pada Juni lalu, IMF memperkirakan ekonomi Indonesia terkontraksi 0,3% pada tahun ini. Dalam laporan Oktober, proyeksinya memburuk menjadi kontraksi 1,5%.
"Hampir seluruh negara berkembang diperkirakan mencatat kontraksi ekonomi tahun ini. Sementara negara seperti India dan Indonesia tengah berjuang untuk membuat pandemi lebih terkendali," tulis laporan IMF.
Di sisi lain, dolar AS sedang berusaha bangkit dari keterpurukan. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam, kemarin naik 0,5%.
Kondisi saat ini sepertinya akan menguntungkan bagi dolar AS, sebab kembali dipenuhi ketidakpastian. Beberapa negara Eropa kembali menerapkan pembatasan sosial yang lebih ketat akibat penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang meningkat.
Sementara itu, stimulus fiskal di AS masih belum ada kejelasan, dan kemungkinan tidak akan cair hingga pemilihan presiden AS 3 November mendatang. Alhasil, dolar AS pun kembali diburu pelaku pasar.
"Banyak faktor menunjukkan dolar AS bisa naik lebih tinggi lagi," kata Masafumi Yamamoto, kepala strategi mata uang di Mizuho Securities, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (14/10/2020).
"Stimulus di AS kemungkinan tidak akan cair hingga pilpres selesai. Bank sentral China meredam penguatan yuan. Tidak ada alasan membeli euro, dan banyak posisi beli (long) euro yang akan dilikuidasi," tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina
