
BI Tahan Suku Bunga Acuan 4%, Rupiah Jadi Stagnan

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah tidak menguat tetapi juga tidak melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (13/10/2020).
Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate membuat rupiah yang sebelumnya tertahan di zona merah berbalik stagnan.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.680/US$. Setelahnya rupiah berbalik melemah hingga 0,37% ke Rp 14.735/US$, sebelum terpangkas dan berada di level Rp 14.700/US$, melemah 0,14%.
Hingga beberapa menit sebelum perdagangan berakhir, rupiah terpaku di level tersebut. Saat bel penutupan perdagangan berbunyi, rupiah berhasil bangkit ke Rp 14.680/US$, stagnan atau sama persis dengan penutupan perdagangan awal pekan kemarin.
Mayoritas mata uang utama melemah melawan dolar AS hari ini. Hanya rupee India, peso Filipina dan bath Thailand yang mampu menguat, itu pun kurang dari 0,1%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:07 WIB.
Gubernur BI, Perry Warjiyo pada hari ini mengumumkan mempertahankan suku bunga 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 4%. Dengan demikian, BI mempertahankan suku bunga dalam 4 bulan beruntun.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 4%," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Selasa (13/10/2020).
"Keputusan ini mempertimbangkan perlunya jaga stabilitas Nilai Tukar Rupiah di tengah inflasi yang diperkirakan tetap rendah."
Sejak memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) di bulan Juli lalu, nilai tukar rupiah memang berada dalam tren pelemahan, meski pergerakannya smooth, tidak mengalami gejolak seperti bulan Maret lalu.
Total di tahun ini, BI sudah memangkas suku bunga sebanyak 4 kali dengan total 100 bps. Tidak hanya memangkas suku bunga, BI juga memberikan banyak stimulus moneter, tujuannya, guna memacu perekonomian yang nyungsep.
Penurunan suku bunga oleh BI menjadi salah satu penyebab melempemnya rupiah. Rupiah merupakan mata uang yang mengandalkan yield tinggi untuk menarik minat investor. Kala suku bunga dipangkas, yield tentunya juga akan menurun, sehingga rupiah menjadi kurang menarik.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mulai dalam tren pelemahan sejak 8 Juni lalu, saat itu rupiah berada di level Rp 13.850/US$, sementara pada hari ini di Rp 13.850/US$, sementara pada hari ini di Rp 14.680/US$. Artinya selama periode tersebut rupiah melemah sekitar 6%.
Spekulasi pemangkasan suku bunga BI menjadi salah satu faktor yang menekan rupiah sejak pertengahan tahun lalu. Fitch Solutions misalnya, memprediksi suku bunga BI di akhir tahun sebesar 3,75%, artinya akan ada pemangkasan sebanyak 1 kali lagi sebesar 25 basis poin sebelum akhir tahun nanti.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina
