Gubernur Anies Sudah Longgarkan PSBB, Tapi Kok Rupiah KO?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 October 2020 09:18
Ilustrasi Koin Rupiah
Ilustrasi Koin Rupiah (AP/Binsar Bakkara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta cespleng buat mengatrol mata uang Tanah Air.

Pada Senin (12/10/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.650 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,17% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Namun tidak lama kemudian rupiah langsung melemah. Pada pukul 09:07 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.710 di mana rupiah melemah 0,24%.

Sejatinya ada sentimen positif yang menaungi pasar keuangan Indonesia. Kemarin pemerintah provinsi DKI Jakarta mengumumkan PSBB yang lebih ketat dinyatakan berakhir.

Mulai hari ini, pemerintah provinsi DKI Jakarta pimpinan Gubernur Anies Rasyid Baswedan memutuskan Ibu Kota kembali ke fase PSBB Transisi. Artinya, 'keran' aktivitas masyarakat kembali dibuka secara bertahap.

Contoh, restoran, rumah makan, dan kafe kini sudah boleh menerima pengunjung untuk makan-minum di tempat (dine-in) dengan kapasitas maksimal 50%. Sementara taman rekreasi dan pariwisata boleh kembali buka dengan batasan pengunjung maksimal 25% dari kapasitas. Aktivitas dalam ruangan (indoor) dengan pengaturan tempat duduk, misalnya bioskop, sudah bisa dilakukan dengan kapasitas maksimal 25%.

Pelonggaran PSBB di Jakarta tidak dipungkiri akan membawa dampak ekonomi yang signifikan. Bahkan peningkatan aktivitas warga Ibu Kota bakal mengangkat ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Maklum, Jakarta adalah provinsi penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar. Jika Jakarta bisa bangkit, maka Indonesia secara keseluruhan bisa terungkit.

growthBPS DKI Jakarta

Harapan pemulihan ekonomi nasional bisa berdampak positif terhadap pasar keuangan. Namun nyatanya, kok rupiah tidak perkasa?

Setidaknya ada dua faktor. Pertama, rupiah sudah menguat lumayan tajam akhir-akhir ini. Pekan lalu, rupiah terapresiasi 1.05% di hadapan dolar AS dan menjadi mata uang terbaik ketiga Asia.

Ini membuat rupiah rentan terserang koreksi teknikal. Sebab investor yang merasa sudah dapat untung banyak dari rupiah tentu ingin mencairkannya. Tekanan jual membuat rupiah masuk jalur merah.

Kedua, pembahasan stimulus fiskal di AS kembali menemui hambatan. Kemarin, Ketua House of Representatives (salah satu dari dua kamar yang membentuk Kongres AS) Nancy Pelosi mengirim surat kepada para koleganya anggota Partai Demokrat, kubu oposisi.

Dalam surat itu, Pelosi menegaskan belum bisa menerima proposal stimulus fiskal pemerintah yang bernilai US$ 1,8 triliun. Masih di bawah angka yang diharapkan kubu Partai Keledai yaitu US$ 2,2 triliun.

"Sampai saat ini, kami masih belum menyepakati banyak hal. Demokrat menunggu sinyal dari pemerintah selagi pembahasan mengenai angka stimulus terus berlangsung," kata Pelosi dalam suratnya kepada para anggota Partai Demokrat.

Tidak hanya dari kubu oposisi, Partai Republik pendukung pemerintah pun sepertinya belum memberi lampu hijau. Dalam pembicaraan jarak jauh dengan Mnuchin dan Kepala Staff Gedung Putih Mark Meadows, sejumlah senator Republik juga keberatan dengan proposal baru pemerintah karena terlalu besar.

Oleh karena itu, Pimpinan Senat Mitch McConnell dari Partai Republik tidak yakin paket stimulus ini bisa disahkan sebelum pilpres. "Begitu dekatnya pelaksanaan piplres dan masih adanya perbedaan pendapat begitu kentara," keluhnya, seperti dikutip dari Reuters.

Ketidakpastian soal stimulus fiskal di Negeri Paman Sam bisa menjadi sentimen negatif di pasar keuangan global. Investor yang awalnya yakin ekonomi AS bakal pulih dengan sokongan stimulus fiskal bisa jadi memilih wait and see. Sikap ini akan menjadi pemberat bagi rupiah untuk menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular