
Rupiah "Main Ayunan", Bolak Balik ke Zona Merah

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah bolak-balik keluar masuk zona merah hingga pertengahan perdagangan Rabu (7/10/2020).
UU Cipta Kerja masih menjadi sentimen positif bagi, sementara penurunan cadangan devisa cukup membebani pergerakan rupiah.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.700/US$, tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah, bahkan hingga 0,27% ke Rp 14.750/US$. Setelahnya rupiah kembali menguat ke Rp 14.700/US$, sebelum kembali melemah 0,07% ke Rp 14.710/US$ pada pukul 12:00 WIB.
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengesahkan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja pada Senin sore disambut baik pelaku pasar.
Head of Research Division PT BNI Sekuritas, Damhuri Nasution berpendapat, di tengah pro-kontra Omnibus Law di masyarakat, menurutnya, pengesahan UU Cipta Kerja akan menjadi salah faktor yang akan meningkatkan iklim investasi.
Pasalnya, berdasarkan survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga internasional, masalah ketenagakerjaan di Indonesia selama ini merupakan salah satu faktor yang dinilai kurang bisa bersaing dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita.
Artinya, iklim investasi yang membaik dapat membuat arus modal masuk deras ke depannya, yang tentunya menguntungkan bagi rupiah.
Namun, Bank Indonesia (BI) yang merilis data cadangan devisa cukup membebani rupiah.
BI melaporkan cadangan devisa per akhir bulan lalu sebesar US$ 135,2 miliar. Anjlok dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat US$ 137 miliar yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa. Meski demikian, posisi cadev Indonesia masih tetap tinggi.
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 9,5 bulan impor atau 9,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tulis keterangan tertulis BI, Rabu (7/10/2020).
Penurunan cadangan devisa pada September 2020, lanjut keterangan BI, antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan proyeksi utang pemerintah yang jatuh tempo pada 2020 sebesar Rp 238 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari jatuh tempo obligasi negara Rp 158 triliun dan pinjaman Rp 80 triliun.
Sementara itu, rupiah memang mengalami tekanan sepanjang bulan September, nyaris mencapai Rp 15.000/US$, sehingga kebutuhan intervensi untuk menstabilkan nilai tukar cukup besar.
Mata Uang Garuda melemah nyaris 2%, posisi akhir 30 September di Rp 14.840/US$, tetapi sebelumnya sempat menyentuh Rp 14.950/US$ pada 11 September lalu, yang merupakan level terlemah 4 bulan. Tanpa intervensi dari BI, bisa jadi rupiah akan bablas ke atas Rp 15.000/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina
