
Mohon Maaf Rupiah, Efek Omnibus Law Jokowi Sepertinya Habis

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat cukup tajam, 0,54%, melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa kemarin.
Pemerintah di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengesahkan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja membuat rupiah perkasa. Di awal perdagangan, rupiah bahkan menyentuh Rp 14.600/US$ atau menguat 1,28%.
Namun, rilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang kembali menurun di bulan September menggerogoti penguatan rupiah. Bahkan, kondisi bisa berbalik hari ini, Rabu (7/10/2020), rupiah berisiko melemah. Sebab sentimen pelaku pasar sedang memburuk setelah Presiden AS, Donald Trump meminta perundingan stimulus senilai US$ 2,2 triliun dihentikan hingga pemilihan presiden 3 November mendatang.
"Saya menginstruksikan perwakilan untuk berhenti bernegosiasi sampai setelah pemilihan presiden," tulisnya di Twitter pribadinya @realDonaldTrump, Selasa (6/10/2020) sore waktu setempat.
Alhasil, harapan akan gelontoran stimulus guna membangkitkan perekonomian AS menjadi pupus, sentimen pelaku pasar pun memburuk. Efek UU Ciptaker berisiko habis.
Secara teknikal, Rupiah yang disimbolkan USD/IDR kini berada di US$ 14.730/US$, yang menjadi kunci pergerakan pekan ini.
Level US$ 14.730/US$ merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%. Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).
Selama tertahan di bawahnya, rupiah berpeluang terus menguat, tetapi jika balik lagi di atas level kunci, Mata Uang Garuda akan kembali melemah.
Indikator stochastic pada grafik harian kini bergerak turun tetapi masih cukup jauh dari wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic yang jauh dari wilayah jenuh jual memberikan ruang penguatan yang lebih besar bagi rupiah.
Selain itu, penguatan rupiah juga terjadi setelah munculnya pola Double sejak Jumat (25/9/2020). Pola ini menjadi sinyal pembalikan arah, artinya rupiah memiliki peluang menguat. Namun, untuk menguat lebih jauh, rupiah perlu menembus dan mengakhiri perdagangan di bawah neckline Rp 14.640/US$.
Peluang rupiah menguat menuju neckline tersebut pada hari ini masih terbuka selama bertahan di bawah Rp 14.730/US$. Namun, jika kembali ke atas level tersebut, rupiah beresiko melemah ke Rp 14.790/US$. Resisten selanjutnya berada di level Rp 14.830/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina
