
Kondisi Trump Mengkhawatirkan? Rupiah Dalam Bahaya Nih

Kinerja rupiah belakangan ini memang kurang menggembirakan. Sepanjang kuartal III-2020 rupiah membukukan pelemahan 4,65%, dan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia, saat mata uang utama lainnya mampu menguat. Hanya baht Thailand yang menjadi "teman" rupiah yang juga melemah di kuartal lalu, meski pelemahannya jauh lebih rendah.
Tren penambahan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) yang terus menanjak hingga saat ini, memberikan terkanan bagi rupiah. Bahkan, penambahan kasus perharinya masih cenderung tinggi.
Akibat tren penambahan kasus yang masih menanjak, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terus berlangsung di beberapa wilayah di Indonesia. Di DKI Jakarta, sebagai pusat perekonomian Indonesia bahkan kembali menerapkan PSBB yang lebih ketat dalam tiga pekan terakhir.
Alhasil, roda bisnis berputar dengan lambat, dan perekonomian Indonesia pasti mengalami resesi di kuartal III, hanya seberapa dalamnya yang masih menjadi misteri. Di kuartal II-2020 lalu, perekonomian Indonesia minus 5,32% year-on-year (YoY).
Perekonomian Indonesia terancam gagal bangkit di kuartal IV-2020 jika tren penambahan kasus Covid-19 belum mampu diredam, dan PSBB yang ketat terus berlangsung.
Hal tersebut membuat pelaku pasar saat ini mengambil posisi short (jual) terhadap rupiah. Hasil survei 2 mingguan Reuters menunjukkan posisi short tersebut naik nyaris 2 kali lipat dibandingkan 2 pekan lalu.
Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi long (beli) terhadap dolar AS dan short (jual) terhadap rupiah. Begitu juga sebaliknya, angka negatif berarti mengambil posisi short (jual) terhadap dolar AS dan long (beli) terhadap rupiah
Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (1/10/2020) kemarin menunjukkan angka 0,61. Dua pekan lalu, hasil survei menunjukkan angka 0,39, berbalik cukup signifikan dibandingkan hasil survei sebelumnya -0,19. Sebelum angka negatif tersebut, dalam 4 survei sebelumnya dirilis positif.
Survei yang dilakukan Reuters tersebut konsisten dengan pergerakan di tahun ini. Selama periode aksi "buang" rupiah pada empat survei itu, Mata Uang Garuda mengalami pelemahan 2,68%. Sementara saat investor mengambil posisi long (beli) dengan angka survei -0,19, rupiah menguat tipis 0,07%.
Pada bulan Maret lalu, ketika rupiah mengalami gejolak, investor mengambil posisi short (jual) rupiah, dengan angka survei yang dirilis Reuters sebesar 1,57. Semakin tinggi nilai positif, semakin besar posisi short rupiah yang diambil investor.
Memasuki bulan April, rupiah perlahan menguat dan hasil survei Reuters menunjukkan posisi short rupiah semakin berkurang, hingga akhirnya investor mengambil posisi long mulai pada 28 Mei lalu. Alhasil rupiah membukukan penguatan lebih dari 15% sejak awal April hingga awal Juni.
Kini dengan investor kembali mengambil posisi jual, rupiah tentunya berisiko kembali melemah.
Hasil survei tersebut juga menunjukkan investor melakukan mengambil posisi jual rupiah akibat kekhawatiran akan revisi undang-undang BI, membuat bank sentral tidak lagi independen, dan rentan mengalami intervensi yang bersifat politis.
Bank investasi Societe Generale dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters memprediksi rupiah akan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia di semester II tahun ini. Sebagai aset dengan imbal hasil tinggi, rupiah masih akan dikalahkan oleh rupee India meski yield yang diberikan lebih rendah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
