Telkom Bangkit! Harga Saham Melambung 7%, Begini Prospeknya

Tim Riset, CNBC Indonesia
01 October 2020 18:15
Telkom Landmark Tower building, the headquarters of Indonesia's largest telcommunications services company PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), is seen in Jakarta, April 30, 2018. REUTERS/Beawiharta
Foto: REUTERS/Beawiharta

Jakarta, CNBC Indonesia - Perhatian pelaku pasar dalam beberapa hari terakhir sempat tertuju kepada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Harga saham perusahaan telekomunikasi terbesar tanah air ini tertekan selama lima hari berturut tanpa jeda. 

Namun hari ini, saham Telkom tiba-tiba ditutup melesat dengan kenaikan signifikan 7,42% ke level harga Rp 2.750/unit. Saham Telkom juga tercatat paling banyak di borong investor asing hari ini, senilai Rp 116,23 miliar. 

Dalam situasi seperti saat ini, banyak perusahaan atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tertekan karena terimbas pandemi virus corona (covid-19). Namun tidak bagi Telkom yang kebal terhadap efek virus corona.

Predikat tersebut layak disematkan kepada Telkom apabila melihat prospek usaha emiten telekomuniasi dengan kapitalisasi pasar terbesar di bursa ini. Ya, meskipun diserang oleh pandemi corona, sepertinya kedepanya TLKM akan baik-baik saja.

Hal ini tentu saja dapat dilihat dari rilis data kuartal kedua Pertumbuhan Domestik Bruto Indonesia. Data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Tersebut menunjukkan bahwa ternyata sektor telekomunikasi menjadi salah satu sektor yang kebal corona.

Tercatat sektor ini masih mampu membukukan pertumbuhan sebesar 10,88% di kuartal kedua tahun ini dan menjadi sektor dengan pertumbuhan tertinggi pada Q2-2020.

Bahkan sektor telekomunikasi masih mampu tumbuh dibanding dengan periode yang sama tahun 2019 yang hanya mampu tumbuh 9,6%. Pertumbuhan sektor telekomunikasi patut diacungi jempol sebab perekonomian Indonesia secara umum terkontraksi hingga 5%.

Mampu tumbuhnya sektor telekomunikasi yang menjadi tulang punggung emiten Telkom sebagai induk usaha perusahaan operator seluler Telkomsel tentu saja dapat diatribusikan kepada diberlakukanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) April silam di DKI Jakarta yang kemudian disusul oleh daerah-daerah lainya.

Dengan terkuncinya masyarakat di rumah praktis pengunaan paket data akan meningkat, baik untuk keperluan telekomunikasi baik kepada kerabat maupun untuk keperluan pekerjaan yang ramai-ramai pindah ke tempat tinggal masing-masing alias Work From Home tentunya akan meningkat.

Selain itu salah satu hiburan yang dapat di akses oleh masyarakat yang terkunci di rumah juga datang dari perangkat ponsel pintar yang dapat digunakan untuk streaming film ataupun bermain games yang lagi-lagi memerlukan paket data untuk berjalan.

Belum ada Kepastian Vaksin

Ke depanya dengan belum adanya kepastian mengenai kapan vaksin corona akan diinjeksikan secara massal juga tentu saja akan menyebabkan masyarakat enggan untuk berpergian dan tetap #DirumahAja maka pertumbuhan sektor telekomunikasi sepertinya masih akan terjaga.

Meskipun sektornya tidak begitu terganggu dengan kehadiran Covid-19, toh ternyata TLKM tetap beriorentasi terhadap pertumbuhanya di masa mendatang yang ditunjukkan dengan investasi perusahaan terhadap startup-startup besar yang menjadi binaan maupun di luar binaan TLKM.

Catat saja TLKM ternyata berinvestasi dan menjadi 'bapak angkat' di startup-startup besar binaanya seperti Kredivo, Qlue, dan eFishery. Bahkan baru-baru ini dikabarkan bahwa BUMN telekomunikasi ini menyiapkan investasi di kisaran US$300 juta-US$500 juta melalui anak usahanya yakni Telkomsel yang dikabarkan akan berinvestasi di perusahaan rintisan decacorn PT Aplikasi Karya Anak Bangsa atau Gojek.

Rencana ini juga berhembus di kalangan pelaku pasar, melalui anak usaha perseroan, Telkomsel disebut sudah mencapai kesepakatan investasi dengan Gojek. Investasi di perusahaan-perusahaan rintisan yang memiliki prospek cerah menjadi salah satu usaha Telkom untuk tetap relevan di sektor teknologi selain tetap mengembangan unit usaha utamanya di sektor telekomunikasi.

Kebalnya industri telekomunikasi secara umum dan TLKM secara khusus sendiri juga dicerminkan oleh laporan keuangan kuartal kedua perusahaan. TLKM berhasil mempertahankan laba bersih sebesar Rp 10,99 triliun pada semester I-2020, di tengah pelambatan ekonomi akibat pandemi virus corona.

BUMN telekomunikasi ini mencatat pendapatan konsolidasi Perseroan sebesar Rp66,9 triliun. EBITDA (Earnings Before Interest Tax Depreciation Amortization) semakin menguat dengan pertumbuhan 8,9% YoY menjadi Rp36,08 triliun dan margin EBITDA yang tumbuh 6,2% menjadi 54,0%. Margin laba bersih juga menunjukkan tren yang lebih baik dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi 16,4% dari sebelumnya 16,0%.

Kinerja Perseroan yang sehat juga tercermin dengan meningkatnya Arus Kas dari Kegiatan Operasi yang tumbuh 23,4% menjadi Rp34,2 triliun.

Kinerja bisnis perusahaan ini tidak lepas dari peningkatan lini bisnis Digital Business Telkomsel dan fixed broadband IndiHome yang pendapatannya tumbuh masing-masing 13,5% dan 19,1% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Telkomsel selaku entitas anak Telkom yang fokus pada segmen bisnis Mobile, mencatat pertumbuhan yang baik khususnya pada bisnis digital yang tumbuh sebesar 13,5% menjadi sebesar Rp 31,9 triliun dengan total kontribusi yang tumbuh signifikan hingga 72,4% dari total pendapatan Telkomsel.

Pencapaian ini didorong oleh 160,1 juta pelanggan, dengan pelanggan mobile data sebanyak 105,1 juta. Hal ini menyebabkan konsumsi layanan data tumbuh 43,8% dari periode yang sama tahun lalu menjadi 7.037 MB per pelanggan data dan menjadi tren positif bagi broadband ARPU. Begitupun dengan lalu lintas data yang juga meningkat 40,3% menjadi 4.255.250 TB.

Setelah melihat prospek industri, kinerja keuangan, dan profitabilitas perusahaan Pelat Merah ini, bagaimana dengan kinerja saham dan valuasinya ? Bicara tentang saham tentu saja pikiran investor langsung tertuju kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), namun lagi-lagi tidak banyak investor yang tahu bahwa selain berlaga di bursa lokal, Telkom juga bertanding di bursa asing.

Ya, TLKM adalah satu dari sebagian kecil perusahaan yang mampu melakukan dual listing alias tercatat di dua bursa efek yang berbeda. Tidak tanggung-tanggung TLKM tercatat di bursa efek New York Stock Exchange, bursa efek terbesar di dunia dan menjadi satu-satunya emiten lokal yang mampu dual listing di NYSE. Di Wall Street Telkom diperdagangkan dengan kode saham TLK.

Di pasar lokal sendiri sejatinya kinerja TLKM masih terkoreksi secara tahun berjalan (YTD), hal ini wajar karena meskipun kinerja Telkom tidak begitu terdampak nCov-19 namun kinerja saham secara umum memang sedang tertekan karena ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 sehingga investor lebih memilih untuk memindahkan dananya ke aset-aset yang tergolong lebih aman.

Lihat saja indeks acuan bursa lokal yakni Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pada periode yang sama terkoreksi 21% bahkan indeks LQ45 yang memiliki konstituen saham-saham yang perdaganganya likuid dan prospek pertumbuhanya mumpuni yang salah satu anggotanya adalah TLKM terkoreksi lebih parah yakni 25%. Singkat cerita tahun ini memang bukan tahun yang baik untuk pasar saham.

Akan tetapi dibalik koreksi harga saham Telkom secara tahun berjalan, kondisi ini menyimpan kesempatan tersendiri karena sebenarnya valuasi emiten telekomunikasi ini masih terbilang murah.

Menggunakan valuasi rasio nilai buku terhadap harga pasarnya (PBV) maka PBV saham TLKM berada di angka 2,84 kali. Secara kasat mata memang PBV TLKM nampaknya mahal karena secara rule of thumb biasanya PBV di atas 2 kali bisa dikategorikan mahal sedangkan PBV industri telekomunikasi dikutip dari Refinitiv memiliki rata-rata PBV sebesar 1,6 kali.

Akan tetapi penting dicatat bahwa Telkom merupakan perusahaan yang sudah mapan (mature) yang ditunjukkan dengan keberanian TLKM membagikan sebagian besar laba bersihnya sebagai dividen yakni di atas 75% selama 3 tahun terakhir. Telkom tidak perlu menyisihkan keuntungannya untuk membiayai ekspansi, sehingga memiliki kelonggaran untuk membaginya kepada para pemegang saham, tanpa mengancam operasi.

Maka dari itu tidaklah adil apabila membandingkan PBV perusahaan yang sudah mature dengan perusahaan yang masih berkembang.

Apabila menggunakan PBV rata-rata TLKM selama 5 tahun terakhir sendiri berada di angka 4 kali yang menunjukkan potensi upside sebesar 40,8% apabila harga saham Telkom kembali ke harga rata-ratanya sebelum terserang pandemi virus corona.

Selanjutnya jika menggunakan metode valuasi PER alias laba bersih perusahaan dibandingkan dengan harga perusahaan, maka akan semakin terlihat bahwa sebenarnya harga saham TLKM memanglah masih murah. Tercatat PER saham TLKM berada di angka 12,39 kali di bawah rata-rata industri telekomunikasi yang berada di kisaran 13,6 kali.

Nilai intrinsik TLKM sendiri sebenarnya masih di atas harga pasar TLKM saat ini. Menurut Refinitiv nilai intrinsik menggunakan model valuasi MorningStar berada di kisaran Rp 4.202/unit jauh lebih tinggi daripada harga pasar saat ini yang diperdagangkan di harga Rp 2.750/unit yang menunjukkan potensi keuntungan jangka panjang sebesar 52,8%.

Analisis Teknikal

Teknikal Saham TelkomFoto: Tri Putra/CNBC Indonesia
Teknikal Saham Telkom

Secara teknikal juga saham TLKM sebenarnya masih menarik untuk dilirik. Pergerakan saham TLKM dengan menggunakan periode harian (daily) dari indikator Boillinger Band (BB) melalui metode area batas atas (resistance) dan batas bawah (support). Saat ini, TLKM berada di garis pivot, dengan BB yang cenderung sempit maka pergerakan TLKM selanjutnya cenderung terapresiasi.

Untuk mengubah bias menjadi bullish atau penguatan, perlu melewati level resistance yang berada di area Rp 3.030/unit apabila berhasil menembus level ini maka saham TLKM berpeluang untuk melanjutkan penguatan ke level Rp 3.250/unit. Sementara untuk melanjutkan tren bearish atau penurunan perlu melewati level support yang berada di area Rp 2.550/unit.

Indikator Relative Strength Index (RSI) sebagai indikator momentum yang membandingkan antara besaran kenaikan dan penurunan harga terkini dalam suatu periode waktu dan berfungsi untuk mendeteksi kondisi jenuh beli (overbought) di atas level 70-80 dan jenuh jual (oversold) di bawah level 30-20.

Saat ini RSI berada di area 46, yang menunjukkan belum adanya indikator jenuh beli ataupun jenuh jual akan tetapi pergerakan RSI terkonsolidasi naik setelah menyentuh level jenuh jual sehingga biasanya menandakan pergerakan TLKM selanjutnya akan cenderung terapresiasi.

Indikator pola candlestick double bottom sudah muncul yang menandakan akan adanya reversal alias pembalikan arahini biasanya mengindikasikan akan adanya apresiasi.

Secara keseluruhan, melalui pendekatan teknikal dengan indikator BB yang berada di garis pivot, maka pergerakan TLKM selanjutnya cenderung bullish atau terapresiasi. Hal ini juga terkonfirmasi dengan indikator RSI yang terkonsolidasi naik dan munculnya pola candlestick double bottom.

TLKM perlu melewati (break) salah satu level resistance atau support, untuk melihat arah pergerakan selanjutnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(RCI/RCI)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular