
Luhut: Orang Saja yang Berpikir Kita Mau Mengkooptasi BI

Jakarta, CNBC Indonesia - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Atas Undang-Undang 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) menjadi topik pembicaraan utama beberapa waktu belakangan. Sebab, sejumlah kalangan menilai pemerintah berkeinginan untuk mengendalikan bank sentral sehingga membuat otoritas moneter menjadi tidak independen.
Lantas, apa tanggapan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan terkait penilaian tersebut?
"Jadi gini, mengenai independensi bank sentral itu ndak akan pernah kita ganggu. Itu kita paham betul itu," ujarnya kepada sejumlah media di kantor Kemenko Marves, Jakarta, Rabu (30/9/2020).
Menurut Luhut, tugas pokok bank sentral secara umum adalah menjaga inflasi dan kestabilan nilai tukar. Akan tetapi, dia menilai bank sentral juga harus membantu menciptakan lapangan kerja dan membantu pertumbuhan ekonomi.
"Nah sekarang itu dari teman-teman DPR melihat itu pengen nambah ini dua. Ndak salah kan," kata Luhut yang juga Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional itu.
"Mereka bilang mau tunda dulu sebentar sampai nanti ini Covid-19 (selesai), silakan saja buat kalian. Tapi kita minta BI itu supaya lebih majulah," lanjut Luhut.
Ia pun menuturkan, pada masa krisis seperti sekarang, BI sudah membantu pemerintah via skema burden sharing. Namun, ada harapan agar ke depan BI aktif membantu pemerintah dalam melalui situasi krisis.
"Dia harus membantu dong. Kalau pemerintah seperti krisis ini, AS aja cetak uang, iya kan? Ya kita tidak perlu minta seperti itu," ujar Luhut.
"Saya belum terlalu ... itu biar saja mereka berjalan begitu alamiah. Saya kira nggak masalah. Orang aja yang berpikir-pikir wah kita mau bikin mengkooptasi BI, kita juga pakai aturan universallah, nggak akan mau kita membikin negara kita jadi alien," lanjutnya.
Sebagaimana dijelaskan di awal, wacana RUU BI menuai kritikan dari berbagai kalangan. Mereka berharap independensi BI jangan dihilangkan.
Ekonom senior The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan menilai BI sebagai otoritas moneter di Tanah Air harus diperlakukan sebagai institusi yang independen dalam revisi Undang-undang (UU) Nomor 23 tahun 1999 tentang BI.
"Kita harus perlakukan BI sebagai [institusi] independen, jangan hilangkan independensi BI," kata Fadhil dalam acara Sarasehan Virtual 100 Ekonom: Transformasi Ekonomi Indonesia Menuju Negara Maju dan Berdaya Saing yang ditayangkan langsung CNBC Indonesia, Selasa (15/9/2020).
"Segala instrumen harus pertimbangan BI, bukan yang lain [institusi lain] atau bahkan intervensi lembaga-lembaga lain. Perluasan mandat ini dilihat tapi bank sentral ini independen," lanjutnya.
Beberapa hari berselang, dalam sebuah dokumen yang diterima CNBC Indonesia, terungkap pemerintah sedang mempersiapkan RUU BI. RUU tersebut belum memiliki nomor maupun tahun terbit. Namun dalam dokumen itu, tertulis RUU berkaitan dengan perubahan ketiga atas UU 23/1999 tentang BI.
"Bahwa untuk mewujudkan Bank Indonesia sebagai bank sentral sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dilakukan penataan kembali terhadap Bank Indonesia agar mampu menetapkan kebijakan moneter secara menyeluruh dan terkoordinasi yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengatasi situasi darurat yang dapat membahayakan ekonomi negara, dan menjawab tantangan perekonomian ke depan dalam menghadapi globalisasi ekonomi," tulis pertimbangan dalam RUU tersebut, seperti dikutip Jumat (18/9/2020).
Pertimbangan lainnya yaitu kebijakan moneter yang ditetapkan bank sentral saat ini masih berfokus pada stabilitas nilai tukar dan harga. Sehingga, hal tersebut dianggap belum cukup kuat untuk mendorong perekonomian, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dalam RUU BI, Pasal 34 disebutkan, tugas mengawasi bank yang selama ini dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dialihkan kepada BI. Kemudian diketahui, pengalihan pengawasan bank dari OJK ke BI direncanakan paling lambat harus dilakukan pada akhir tahun 2023.
"Pengalihan tugas mengawasi bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2023," tulis Pasal 34 ayat (2) RUU BI, dikutip Jumat (18/9/2020) .
Sementara, salah satu poin krusial dalam RUU tersebut, yaitu ketentuan pasal 75 yang diubah sehingga berbunyi seperti ini. "Mengingat perubahan kebijakan moneter bersifat sangat mendasar diperlukan perubahan Dewan Gubernur," tulis pasal 75 ayat 1 RUU tersebut.
Kemudian di pasal 2, disebutkan bahwa dengan berlakunya UU ini, maka Dewan Gubernur BI diberhentikan dan akan ditunjuk dengan pelaksana Dewan Gubernur BI.
Adapun selambat-lambatnya satu tahun sejak payung hukum tersebut berlaku, Presiden akan mengusulkan Dewan Gubernur untuk masa jabatan 5 tahun selanjutnya.
(miq/sef) Next Article Analis: Pasar Respon Positif Rencana Revisi UU BI
