
Cuekin Wall Street, Bursa Saham Asia Kompak Menghijau

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia pada pembukaan awal pekan dibuka dengan mayoritas di zona hijau, menghiraukan bursa Amerika Serikat, Wall Street yang ditutup melemah pada akhir pekan lalu.
Tercatat Hang Seng Index di Hong Kong menguat 0,12%, Shanghai di China naik 0,32%, Indeks STI Singapura terdepresiasi 0,05% dan KOSPI Korea Selatan melesat 0,16%. Sedangkan indeks Negara Sakura, Nikkei hari ini sedang libur memperingati hari penghormatan manula.
Di kawasan Asia, hari ini China merilis data suku bunga kredit (loan prime) tenor 1 dan 5 tahun. Perkiraan suku bunga kredit tenor 1 berada di angka 3,85%. Sedangkan untuk suku bunga kredit tenor 5 tahun diperkirakan berada di angka 4,65%.
Beralih ke Barat, dari Bursa Amerika Serikat (AS), Wall Street, pada penutupan akhir pekan lalu ditutup melemah dan menjadi pelemahan selama 3 pekan berturut-turut.
Indeks S&P 500 melemah 0,64% ke 3.319,47. S&P 500 kini berada di level terendah sejak 5 Agustus, dan sudah merosot lebih dari 7% sejak mencapai rekor penutupan tertinggi sepanjang masa pada 2 September lalu.
Indeks Dow Jones melemah tipis 0,03% ke 27.657,42 sepanjang pekan lalu, sementara indeks Nasdaq melemah 0,56% ke 10.793,282.
Saham-saham raksasa teknologi mengalami penurunan tajam pada pekan lalu. Facebook dan Amazon melemah lebih dari 5%. Alphabet, Netflix, Apple, dan Microsot juga mengalami kemerosotan.
Sepanjang September, semua saham teknologi tersebut mengalami penurunan setidaknya 10%, Apple bahkan turun 17,2%. Sementara sejak mencapai puncak tertinggi, saham Apple sudah merosot 22,6%, dan kehilangan kapitalisasi pasar sebesar US$ 500 miliar.
Aksi jual di Wall Street juga terjadi belum adanya tanda-tanda stimulus tambahan guna menanggulangi pandemi penyakit virus corona (Covid-19) dan membangkitkan kembali perekonomian.
Bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) saat mengumumkan kebijakan moneter menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga hingga tahun 2023, sementara program pembelian aset (quantitative easing/QE) masih akan dilakukan dengan nilai yang sama seperti saat ini. Artinya, tidak ada stimulus tambahan dari bank sentral paling powerful di dunia tersebut.
Sementara itu dari pemerintah, Presiden AS Donald Trump, mengindikasikan stimulus yang lebih besar dari US$ 2 triliun. Meski demikian Partai Republik, dan Demokrat masih belum sepakat akan besarnya stimulus tambahan yang akan digelontorkan.
Ketegangan AS dengan China juga memperburuk sentimen pelaku pasar, hal ini terjadi setelah Pemerintah AS mengatakan akan memblokir TikTok dan WeChat pada minggu (20/9/2020).
Rencana tersebut muncul di tengah upaya Oracle menjadi mitra TikTok di AS, dan menjadi pemegang sama minoritas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
