
'Jiwasraya Dirampok & Dikorupsi, Rakyat Harus Bayar Rp 20 T?'

Holding BUMN Penjaminan dan Perasuransian, Bahana, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VI DPR, Rabu (9/9/2020), mengungkapkan total dana yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan likuiditas Jiwasraya mencapai Rp 24,2 triliun.
Besaran dana itu adalah bagian dari skema yang ditetapkan dalam penyelesaian kondisi keuangan Jiwasraya.
Bahana yang kini memakai brand Indonesia Financial Group (IFG) sudah mengungkapkan bahwa perseroan akan mendirikan anak usaha baru dengan nama IFG Life guna menyelamatkan Jiwasraya.
Perusahaan baru ini akan menampung portofolio Jiwasraya yang sudah direstrukturisasi.
Nah, IFG Life inilah yang nantinya akan mendapatkan PMN Rp 20 triliun, melalui Bahana.
"Pendirian IFG Life juga didasarkan kebutuhan yang ada saat ini di industri asuransi. IFG Life, Indonesia Finansial Group Life," kata Direktur Utama BPUI Robertus Bilitea, di Komisi VI DPR RI.
Dalam kesempatan yang sama Direktur Bisnis Bahana, Pantro Pander Silitonga, menjelaskan kebutuhan pendanaan bagi IFG Life akan ditopang dari sumber pertama yakni PMN Rp 20 triliun, sementara masih ada equity gap (selisih ekuitas) yang mencapai Rp 24,2 triliun, sehingga perseroan akan melakukan pencarian dana (fund raising).
Kedua, BPUI atau IFG Life juga akan melakukan fund rising menggunakan dividen anak perusahaan lainnya sebagai sumber pembayarannya. Fund rising atau pencarian dana dilakukan sekitar Rp 4,7 triliun.
Sebetulnya ada tiga skenario penyelamatan Jiwasraya yakni pertama bail-out, kedua restrukturisasi, transfer, dan bail-in, dan opsi ketiga ialah likuidasi.
"Dari 3 opsi yang selama ini kami diskusikan dalam tim kami memutuskan opsi untuk menyelamatkan dan memberikan perlindungan para pemegang polis di Jiwasraya lewat restrukturisasi, transfer dan, bail in," kata Pantro.
Dia mengatakan alasan pemilihan opsi bail-in karena jauh lebih bisa memberikan perlindungan kepada pemegang polis.
Mengacu laporan keuangan Jiwasraya 2019, pendapatan premi ambles 71% menjadi hanya Rp 3,09 triliun dari tahun sebelumnya mencapai Rp 10,55 triliun. Hasil investasi negatif Rp 869,12 miliar dari negatif Rp 16,52 triliun di Desember 2018.
Sementara liabilitas mencapai Rp 52,72 triliun pada tahun lalu, dari tahun sebelumnya Rp 53,31 triliun, termasuk kewajiban utang klaim Rp 13,08 triliun dari Desember 2018 yakni Rp 4,75 triliun.
Ekuitas Jiwasraya negatif Rp 34,57 triliun dari sebelumnya ekuitas negatif Rp 30,26 triliun di Desember 2018.
Dari sisi hukum, sudah ada enam terdakwa kasus dugaan korupsi Jiwasraya yang disidangkan di PN Jakarta Pusat, yakni Benny Tjokrosaputro atau Bentjok, Direktur Utama Hanson International Tbk (MYRX), Heru Hidayat, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) dan Joko Hartono Tirto, Direktur PT Maxima Integra.
Tiga lainnya yaitu Hary Prasetyo, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018, dan Hendrisman Rahim yang juga Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 dan Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya.
BPK sudah mengumumkan potensi kerugian negara (PKN) akibat korupsi Jiwasraya mencapai Rp 16,81 triliun. Perinciannya adalah kerugian dari investasi saham Rp 4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi reksa dana Rp 12,16 triliun.
[Gambas:Video CNBC]
