
Kata Fitch Harga CPO Mau Anjlok, Saham Emitennya Gimana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Menurut Lembaga Pemeringkat Fitch Ratings harga minyak sawit mentah alias CPO kemungkinan besar masih akan terkoreksi dalam berberapa bulan ke depan karena jumlah produksi yang meningkat.
Di kuartal ke empat secara historis memang menjadi bulan-bulan dimana kondisi dan musim yang baik untuk tanaman sawit bertumbuh sehingga kemungkinan besar output produksi akan meningkat dan menekan harga minyak nabati.
Tingkat produksi per area sawit yang sudah layak panen sempat jatuh ke level rata-rata 10% pada kuartal kedua tahun ini sebelum kembali meningkat karena tingkat hujan yang tinggi sejak awal tahun.
Mayoritas perusahaan yang di survey Fitch memiliki tingkat produksi yang lebih tinggi pada kuartal kedua tahun ini baik secara tahunan (YoY) maupun secara bulanan (MoM) dan kenaikan ini diprediksi akan bertahan hingga akhir tahun.
Meskipun begitu tentu saja harga CPO bisa jadi tetap kuat apabila cuaca La Nina memperburuk situasi kekeringan di benua Amerika dan menganggu produksi kedelai yang menjadi pesaing sawit.
Atau apabila di negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia, Malaysia terjadi permasalahan tenaga kerja akibat pandemi corona karena diketahui pekerja sawit di Negeri Jiran banyak berasal dari negeri luar seperti Malaysia dan Bangladesh.
Bagaimana dengan harga saham yang bergerak di sektor perkebunan sawit, apakah masih layak beli setelah diprediksi Fitch bahwa harga komoditasnya akan tertekan ?
Tentunya apabila harga komoditasnya terus tertekan maka kinerja perusahaan akan memburuk dan tentunya akan berdampak kepada harga sahamnya.
![]() Harga CPO |
Secara teknikal sendiri indeks agrikultur yang mayoritas diisi oleh saham yang bergerak di perkebunan sawit apabila menggunakan periode mingguan sudah terlihat akan menyudahi tren bullish-nya dan ada kecenderungan sideways yang dilihat dari indikator bollinger band yang mulai menyempit.
Indikator Relative Strength Index (RSI) sebagai indikator momentum yang membandingkan antara besaran kenaikan dan penurunan harga terkini dalam suatu periode waktu dan berfungsi untuk mendeteksi kondisi jenuh beli (overbought) di atas level 70-80 dan jenuh jual (oversold) di bawah level 30-20. Saat ini RSI berada di area 52, yang menunjukkan belum ada indikator jenuh jual ataupun jenuh beli.
Secara keseluruhan, melalui pendekatan teknikal dengan indikator BB yang cenderung menyempit dan RSI yang berada di area netral maka pergerakan selanjutnya cenderung sideways atau bergerak menyamping.
Hal ini tentu saja bukanlah hal yang baik karena apabila secara teknikal saham-saham perkebunan sawit sepertinya akan bergerak mendatar, maka apabila kedatangan berita buruk berupa kembali anjloknya harga minyak sawit maka saham-saham di sektor ini rentan terkoreksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000