Duh! Pasar Saham Babak Belur, Harga Emas Kok Ikut Ambles?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
11 September 2020 09:07
Gold bars and coins are stacked in the safe deposit boxes room of the Pro Aurum gold house in Munich, Germany,  August 14, 2019. REUTERS/Michael Dalder
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pagi ini, Jumat (11/9/2020), harga logam mulia emas bergerak ke 'selatan' setelah berhasil menyentuh level US$ 1.950/troy ons pada penutupan perdagangan kemarin.

Pada 08.20 WIB, harga emas dunia di pasar spot melemah 0,37% ke US$ 1.946,6/troy ons. Sejak anjlok pada minggu kedua Agustus, pergerakan emas cenderung volatil. Reli sembilan pekan beruntun emas pun terhenti.

Pemicu volatilitas yang tinggi dari logam kuning tersebut apalagi kalau bukan dolar greenback. Saat mata uang internasional tersebut melemah terhadap nilai tukar yang lain (tercermin dari merosotnya indeks dolar), harga emas terus menanjak.

Seolah tak ada halangan rintangan yang menerjang, emas akhirnya menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah di US$ 2.035/troy ons sebelum akhirnya jatuh karena aksi ambil untung ditambah dengan bangkitnya dolar AS dari titik terlemahnya dalam dua tahun. 

Emas merupakan komoditas yang dibanderol dalam dolar AS. Sebagai konsekuensinya, ketika dolar menguat maka harga emas akan tertekan karena logam kuning ini menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya. 

Sementara itu, bank sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya. Meski suku bunga ditahan ECB masih akan menggelontorkan stimulus untuk menyelamatkan perekonomian Eropa.

Pada bulan Juni 2020, ECB memperkirakan inflasi tahunan akan mencapai 0,3% pada akhir tahun 2020 - jauh di bawah targetnya yang hampir 2%. Diperkirakan inflasi akan naik menjadi 0,8% pada tahun 2021 dan 1,3% pada tahun 2022.

Dilansir CNBC International, bank sentral juga meramal PDB terkontraksi sebesar 8,7% pada tahun 2020, diikuti dengan rebound masing-masing sebesar 5,2% dan 3,3% pada tahun 2021 dan 2022.

Tingkat bunga ECB saat ini di 0,0% dan tetap akan memberlakukan suku bunga negatif -0,5% pada simpanan bank komersial. Sementara suku bunga 0,25% dipertahankan juga untuk refinancing bank komersial.

Prospek pemulihan ekonomi global yang masih suram karena pandemi masih merebak, vaksin yang belum tersedia hingga tensi geopolitik tinggi membuat harga emas terdongkrak setelah bergerak volatil belakangan ini.

Untuk menyelamatkan perekonomian dari kejatuhan yang lebih dalam, pemerintah global dan bank sentral menggelontorkan stimulus yang masif. Kebijakan moneter ultra longgar bank sentral membuat harga emas melesat 28% sepanjang tahun ini.

"Namun reli emas ini tampaknya rapuh," kata Haberkorn, melansir Reuters. "Dari sudut pandang teknikal, kami melihat emas harus ditutup di atas US$ 1.950 agar bullish mengambil kendali." pungkasnya

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Emas Kokoh di US$ 1.770, Kenapa Susah Tembus US$ 1.800?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular