Harga Batu Bara 'Bangkit dari Kubur', Bertahan Lama Gak Nih?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
10 September 2020 11:52
FILE PHOTO: A tug boat pulls a coal barge along the Mahakam River in Samarinda, East Kalimantan province, Indonesia, March 2, 2016. REUTERS/Beawiharta/File Photo
Foto: REUTERS/Beawiharta/File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara acuan termal Newcastle melesat seolah bangkit dari kubur pada perdagangan kemarin. Namun penguatan ini harus diwaspadai karena permintaan batu bara yang masih lemah dari berbagai negara konsumennya.

Rabu (9/9/2020), harga batu bara untuk kontrak yang aktif diperdagangkan melesat 2,17% ke US$ 51,9/ton. Dalam dua hari terakhir harga batu bara telah menguat 4% dari level terendahnya di bulan September di US$ 49,9/ton.

Permintaan batu bara di kawasan Asia masih rendah. Reuters melaporkan, dalam kurun waktu delapan bulan terakhir, total impor batu bara lintas laut (seaborne) tercatat mencapai 612,82 juta ton atau turun 7,1% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Anjloknya volume impor batu bara Asia dipicu oleh turunnya permintaan impor dari India dan Korea Selatan yang menjadi empat negara konsumen batu bara terbesar di Asia.

Dalam kurun waktu delapan bulan terakhir, impor batu bara China hanya turun 0,2% (yoy). Hal ini jauh berbeda dengan impor batu bara India yang turun hingga 18,4% (yoy) pada periode yang sama.

Selama Januari-Agustus, India mengimpor 113,48 juta ton batu bara atau 25,6 juta ton lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu, mengutip Reuters.

Meksipun impor batu bara India membaik pada Juli dan Agustus di angka 12,7 juta ton dan 12,8 juta ton, volume ini masih lebih rendah dibanding masa sebelum lockdown yang mencapai 18 juta ton. 

Lockdown secara nasional yang diterapkan India untuk menekan penularan Covid-19 membuat ekonomi negara tersebut terkontraksi dalam. Permintaan dan konsumsi listrik untuk sektor industri dan komersial menurun seiring dengan tutupnya pabrik serta pusat perbelanjaan.

Selain India, impor dari Korea Selatan juga drop 21% menjadi 71,01 juta ton dalam delapan bulan terakhir dari periode yang sama tahun lalu.

Lemahnya permintaan batu bara di kawasan Asia ini tercermin dari penurunan harga batu bara termal yang digunakan untuk pembangkit listrik serta batu bara kokas yang digunakan untuk pembuatan baja. 

Pertanyaan bagi eksportir adalah apakah mereka yakin bahwa China akan mengubah kebijakan tidak resminya dan mengizinkan lebih banyak impor, dan apakah menurut mereka ekonomi India, dan permintaan listrik akan pulih dengan kuat dalam beberapa bulan mendatang.

Jika pendorong ini tidak ada, akan sulit untuk memperkirakan kenaikan harga, yang sudah berada pada tingkat yang akan membuat banyak produsen mengalami kerugian.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Rata-Rata Batu Bara Diproyeksi Lebih Rendah Pada 2020

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular