Di Bawah Rp 14.800/US$, Tapi Rupiah Tetap Terburuk di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 September 2020 16:12
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (9/9/2020), bahkan sekali lagi menjadi yang terburuk di Asia.

Sentimen pelaku pasar global yang sedang memburuk, ditambah dengan semakin jelasnya tanda-tanda resesi di Indonesia membuat rupiah sempat jauh ke atas Rp 14.800/US$.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,07%, tetapi dalam hitungan menit sudah masuk ke zona merah. Depresiasi rupiah berlanjut hingga 0,61% ke Rp 14.850/US$ yang merupakan level terlemah sejak 18 Mei lalu.

Di akhir perdagangan, rupiah berhasil memangkas pelemahan menjadi 0,14% di Rp 14.780/US$.

Meski berhasil memangkas pelemahan cukup signifikan, tapi rupiah tetap menjadi yang terburuk di Asia, nasib yang sama juga dialami kemarin.

Mayoritas mata uang Asia menguat pada perdagangan hari ini, padahal pagi tadi nyaris semuanya melemah.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:13 WIB.

Indeks dolar AS yang bangkit dari level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir memberikan tekanan bagi rupiah.

Kebangkitan indeks dolar AS masih akan menekan rupiah pada perdagangan hari ini, Rabu (9/9/2020). Kemarin, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut menguat 0,78%, dan pagi tadi sempat naik 0,18% ke 93,615 yang menjadi level terkuat nyaris 1 bulan terakhir. Akibatnya rupiah langsung melemah ke atas Rp 14.800/US$.

Tetapi sore ini, penguatan tersebut juga terpangkas hingga menjadi 0,04%. Di saat yang sama, rupiah berhasil memangkas pelemahan, dan mata uang Asia lainnya bangkit.

Tanda-tanda rupiah akan melemah tajam sudah terlihat sejak kemarin malam, ketika bursa saham AS (Wall Street) mengalami aksi jual masif, khususnya sektor teknologi. Indeks Nasdaq ambrol 4,11%, S&P500 -2,78% dan Dow Jones -2,25%.

Ambrolnya Wall Street memberikan hawa negatif ke pasar global, bursa saham Asia pun berguguran. Dalam kondisi tersebut, rupiah yang merupakan mata uang emerging market menjadi kurang diuntungkan.

Sementara itu dari dalam negeri, data penjualan eceran (ritel) terus mengalami kontraksi.

Bank Indonesia (BI) melaporkan, penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Ritel (IPR) mengalami kontraksi 12,3% pada Juli 2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Penjualan ritel belum bisa lepas dari kontraksi selama delapan bulan beruntun.

Bahkan pada Agustus 2020, BI memperkirakan penjualan ritel masih turun dengan kontraksi IPR 10,1% YoY. Dengan begitu, rantai kontraksi penjualan ritel kian panjang menjadi sembilan bulan berturut-turut.

Merosotnya penjualan ritel tersebut semakin menguatkan prediksi jika Indonesia mengalami resesi di kuartal III-2020, rupiah pun tertekan. 

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular