
Geraknya Tak Seirama, Minyak Masih Dibayangi Diskon Aramco?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah untuk kontrak yang aktif ditransaksikan bergerak berlawanan arah pada perdagangan pagi hari ini, Selasa (8/9/2020). Minyak berjangka Brent menguat tipis sementara minyak acuan Amerika Serikat (AS), WTI ambles.
Pada 09.30 WIB, Brent naik 0,14% ke US$ 42,07/barel. Di saat yang sama harga minyak WTI justru ambles 1,58% ke US$ 39,14/barel. Masuk bulan September harga minyak Brent turun ke bawah US$ 45/barel dan WTI juga ikut terpangkas dari level US$ 40/barel.
"Kombinasi antara puncak aktivitas mengemudi di musim panas yang merupakan faktor musiman membuat pasar kembali fokus memperhatikan apakah pemulihan permintaan cukup kuat, nyatanya justru ada keraguan seperti yang ditunjukkan oleh pergerakan harga Aramco" kata Lachlan Shaw, kepala riset komoditas di National Australia Bank's, melansir Reuters.
Baru-baru ini, perusahaan minyak pelat merah Kerajaan Arab Saudi yakniAramco memutuskan menurunkan harga minyaknya untuk jenis Arab Light Crude-nya.
Aramco memotong harga minyak Arab Lights sebesar US$ 1,4/barel dari bulan sebelumnya. Penurunan harga ini membuat minyak Arab Lights 50 sen lebih murah dibandingkan dengan patokan Oman-Dubai.
Aramco juga menurunkan harga minyak Arab Extra Light dan Super Lightnya menjadi lebih murah US$ 1,5/barel dari bulan sebelumnya. Langkah ini juga membuat harga minyak mentah tersebut masing-masing lebih murah 80 sen dan lebih mahal 55 sen dari patokan Oman-Dubai.
Argus melaporkan, Aramco melakukan pengurangan yang lebih kecil untuk minyak mentahnya yang lebih berat yang dijual kepada pelanggannya di kawasan Asia-Pasifik.
Harga minyak Arab Medium dan Arab Heavy Oktober masing-masing diturunkan sebesar US$ 1,20/barel dan 90 sen/barel. Penurunan harga kedua jenis minyak ini membuat harga minyak Arab lebih miring 30 sen dibanding acuan Oman-Dubai.
Pemotongan harga sebagian besar sudah sesuai ekspektasi pasar. Para importir di kawasan Asia-Pasifik umumnya mengantisipasi Aramco untuk menurunkan harga sekitar 60 ¢ - $ 1,20/barel karena lemahnya permintaan akibat penurunan margin penyulingan dan adanya ancaman gelombang kedua infeksi Covid-19.
Di sisi lain permintaan minyak impor dari China juga mulai melemah. Argus Media melaporkan China mengimpor minyak 11,8 juta barel per hari (bpd) pada bulan lalu. Volume tersebut 7,5% lebih rendah dari bulan Juli yang mencapai 12,08 juta bpd dan rekor tertinggi pada Juni sebanyak 12,94 juta bpd.
Mengutip Argus Media, para analis memperkirakan bahwa pemulihan harga minyak akan terjadi secara lambat dan bertahap hingga 2021. Perkiraan tersebut didasarkan pada asumsi organisasi negara eksportir minyak dan koleganya (OPEC+) yang tetap bersatu serta ada perbaikan dari sisi permintaan.
Rerata harga untuk kontrak berjangka Brent pada kuartal keempat diperkirakan menyentuh US$ 42,8/barel sebelum naik ke US$ 47,57/barel pada kuartal pertama tahun depan.
Berdasarkan survei Argus, analis memperkirakan harga minyak Brent rata-ratanya bakal mencapai US$ 49,3 dan untuk WTI berada di US$ 47/barel di 2021. Kunci utama pemulihan harga emas hitam terletak pada komitmen kolektif seluruh anggota OPEC+ dalam kebijakan pemangkasan produksi.
"OPEC+ harus tetap disiplin terhadap janjinya untuk memangkas pasokan yang kami yakini akan dilakukan di bawah kepemimpinan Arab Saudi" kata BNP Paribas, mengutip Argus Media. Namun jika keributan terjadi, ada risiko harga minyak akan jatuh lagi.
Sementara itu ABN Amro juga menilai bahwa kunci kenaikan harga minyak beberapa bulan terakhir tak terlepas dari upaya pemangkasan produksi OPEC+. "Potensi kenaikan harga masih terbatas" kata ABN Amro. "Ancaman dari kembali merebaknya Covid-19 menjadi ancaman bagi pemulihan" ungkapnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Turut Terguncang