
"Dicolek" Ekonom ECB, Kurs Euro Seketika Jeblok

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar euro melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) dan rupiah pada perdagangan Kamis (3/9/2020). Melawan dolar AS, mata uang 19 negara ini bahkan sudah jeblok dalam 3 hari terakhir.
Melansir data Refinitiv, semenjak mencapai level tertinggi sejak Mei 2018 US$ 1,2011 pada Selasa (1/9/2020), euro langsung berbalik turun hingga hari ini. Pada pukul 13:28 WIB, euro diperdagangkan di kisaran US$ 1,1798, melemah 0,46% di pasar spot. Jika dilihat dari level tertinggi yang dicapai Selasa lalu, euro sudah merosot 1,77%.
Sementara itu melawan rupiah, euro hari ini melemah 0,13% di Rp 17.449,26/EUR, tetapi kemarin mampu menguat 0,72% akibat tekanan yang dialami rupiah dari dalam negeri.
Euro mulai berbalik melemah melawan dolar AS setelah "dicolek" oleh ekonom European Central Bank (ECB) Philip Lane. Selasa lalu, ketika kurs euro menyentuh level US$ 1,2000, Lane mengatakan nilai tukar euro-dolar AS "penting" dalam menentukan kebijakan moneter.
Pernyataan tersebut menjadi indikasi ECB kemungkinan akan bertindak untuk meredam penguatan euro.
"Pernyataan Lane di hari Selasa mengenai kurs euro "penting" memicu aksi profit taking di EUR/USD dan EUR/GBP," kata Kenneth Broux, ahli strategi di Societe Generale, sebagaimana dilansir poundsterlinglive.com Rabu (3/9/2020).
Penguatan euro memang menjadi kurang menguntungkan, harga barang dan jasa dari Benua Biru akan menjadi lebih mahal di pasar internasional, dan tentunya dapat menurunkan permintaan, dan tentunya berdampak buruk pada pemulihan ekonomi.
"Kami menemukan apresiasi indeks euro sebesar 10% biasanya akan mengurangi produk domestik bruto (PDB) riil dan inflasi masing-masing sebesar 1% dalam 2 tahun. Hal tersebut menyiratkan penguatan euro belakangan ini akan menurunkan PDB dan inflasi sebesar 0,25% dalam 2 tahun ke depan," kata Sven Jari Stehn, kepala ekonom Eropa di Goldman Sachs, sebagaimana dilansir poundsterlinglive.com.
Goldman Sachs memprediksi dalam 12 bulan ke depan, euro masih akan menguat ke US$ 1,2500 dan indeksnya akan menguat 2,5%.
ECB tidak bisa melakukan intervensi langsung dengan tujuan mendevaluasi kurs euro karena akan dianggap sebagai manipulasi mata uang, sehingga tindakan yang diambil bank sentral tersebut kemungkinan terbatas di intervensi verbal.
"Apakah pernyataan Lane menjadi penanda intervensi verbal pertama yang dilakukan masih harus di dalami lagi, tetapi itu bisa menjadi penanda penguatan euro akan menjadi sorotan saat konferensi pers ECB 10 September mendatang," kata Fransesco Pesole, ahli strategi di ING Bank.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Keok di Asia, Rupiah Berjaya di Tanah Eropa dan Amerika!