Dolar AS 'Bangkit dari Kubur', Rupiah Bisa ke Rp 15.100/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 September 2020 08:37
dollar
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah 1,2% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.740/US$ pada perdagangan Rabu kemarin. Rupiah bahkan sempat menyentuh level Rp 14.800/US$ atau merosot 1,61%.

Tekanan yang dialami rupiah berisiko masih berlanjut pada hari ini, Kamis (3/9/2020). Mata Uang Garuda tertekan akibat rencana Revisi Undang-Undang nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Dalam revisi ini akan ada banyak beberapa pasal yang dihapus dan juga ditambahkan.

Salah satu yang disoroti dalam revisi tersebut adalah adanya dewan moneter yang diketuai Menteri Keuangan, yang nantinya akan ikut dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG), bahkan juga memiliki hak suara dalam menentukan kebijakan BI. Hal tersebut dikhawatirkan akan menghilangkan independensi BI.

Melansir CNBC International, Kepala Ekonom Asean di Nomura, Euben Paracuelles, mengatakan revisi untuk menetapkan dewan moneter yang diketuai oleh menteri keuangan adalah "tidak biasa" dan tidak sejalan dengan praktek terbaik tentang bagaimana kebijakan moneter seharusnya ditetapkan.

"Investor mungkin melihat tersebut sebagai masalah besar, yang dapat memicu capital outflow, yang pada akhirnya menekan nilai tukar rupiah," katanya dalam program "Squawk Box Asia" di CNBC International Rabu (3/9/2020)

Selain itu kemungkinan program "burden sharing" pemerintah dan Bank Indonesia (BI) berlanjut hingga tahun 2022 juga memukul rupiah.

Hal itu diisyaratkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada jurnalis media asing Selasa lalu di istana Bogor. Jokowi mengungkapkan, jika pertumbuhan ekonomi tahun 2021 mencapai target 4,5%-5,5% maka pemerintah tidak perlu lagi melakukan program "burden sharing" di tahun 2022.

Artinya, jika pertumbuhan ekonomi tak mencapai target, maka program "burden sharing" akan kembali dilakukan.

"Burden sharing" merupakan program dimana BI akan membeli obligasi pemerintah tanpa bunga alias zero coupon. Program tersebut sudah dilakukan mulai awal Juli lalu.

Ada kecemasan di pasar "burden sharing" akan memicu kenaikan inflasi di Indonesia akibat semakin banyaknya jumlah uang yang beredar.
Ketika inflasi meningkat, maka daya tarik investasi di Indonesia menjadi menurun, sebab real return yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Hal ini dapat memukul nilai tukar rupiah.

Tekanan bagi rupiah akan semakin kuat hari ini setelah indeks dolar AS "bangkit dari kubur". Sejak memasuki kuartal III-2020, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini merosot lebih dari 5% ke 92,338 di akhir Agustus lalu. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak April 2018.

Namun memasuki bulan September, indeks dolar bangkit, dalam 2 hari terakhir mencatat penguatan 0,76%.

Kenaikan indeks tersebut dipicu rilis data manufaktur AS yang melesat tinggi di bulan Agustus. Institute for Supply Management (ISM) Selasa lalu melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur melesat menjadi 56 dari bulan Juli 54,2.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di di atasnya berarti ekspansi.

PMI manufaktur bulan Agustus tersebut merupakan yang tertinggi sejak Januari 2019. Ekspansi sektor manufaktur yang meningkat memunculkan harapan perekonomian AS bisa segera bangkit dari kemerosotan tajam.

Secara teknikal, rupiah disimbolkan USD/IDR kembali ke atas US$ 14.730/US$ yang merupakan resisten kuat. Sehingga tekanan bagi rupiah semakin besar.

Level US$ 14.730/US$ merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%. Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).

Sementara itu indikator stochastic kini bergerak naik setelah mendekati wilayah jenuh jual (oversold).

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Level Rp 14.730/US$ kini menjadi support terdekat. Selama tertahan di atasnya, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.835/US$. Bahkan ada risiko rupiah akan merosot ke Rp 15.090 sampai 15.100/US$ yang merupakan Fib. Retracement 50%.

Sementara jika sukses menembus support, Mata Uang Garuda berpotensi menguat ke Rp 14.660/US$, dan target selanjutnya ke Rp 14.600/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular