Rupiah Masih Lemas Aja Nih, Kenapa Ya?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 September 2020 09:02
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Namun sepertinya koreksi rupiah tidak akan separah kemarin.

Pada Kamis (3/9/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.750 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah tipis 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan pelemahan yang cukup dalam yaitu 1,2%. Ini menjadi koreksi harian terparah sejak pertengahan Juli.

Pagi ini, laju rupiah masih terhambat sehingga rasanya berat untuk bisa menyeberang ke jalur hijau. Rupiah terbeban isu yang sama seperti kemarin, yaitu dinamika yang terjadi di Bank Indonesia (BI).

Tersiar kabar bahwa ada kemungkinan BI tetap diminta berkontribusi dalam pembiayaan defisit anggaran alias burden sharing setidaknya sampai 2022. Kepada para jurnalis media asing di Istana Bogor, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa jika pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa berada di kisaran 4,5-5,5%, maka burden sharing mungkin tidak lagi dibutuhkan pada 2022.

Pernyataan Jokowi bisa dimaknai bahwa masih ada peluang pemerintah akan meminta bantuan kepada BI untuk membiayai defisit anggaran setidaknya hingga 2022, andai pertumbuhan ekonomi di bawah target. Pelaku pasar kecewa karena mengira burden sharing hanya kebijakan jangka pendek, sekali pukul, ad hoc, one off. Namun ternyata ada kemungkinan bertahan lama. 

BI yang tetap cawe-cawe pembiayaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikhawatirkan akan menambah jumlah uang beredar. Sebagai informasi, sampai dengan 18 Agustus BI telah membeli obligasi pemerintah di pasar perdana (baik lelang, greenshoe options, sampai private placement) senilai Rp 42,96 triliun. Apabila situasi belum kondusif, maka sangat mungkin jumlah ini akan terus bertambah karena pasar tidak bisa diharapkan untuk menyerap Surat Berharga Negara (SBN).

Gelontoran uang dari BI tersebut akan menambah jumlah uang beredar di perekonomian. Ketika jumlah uang beredar bertambah, maka inflasi akan terjadi karena nilai uang menjadi turun.

Inflasi akan membuat imbalan berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) ikut terpangkas. Akibatnya, investor masih menjauh dari pasar keuangan Indonesia. Kekurangan 'darah', rupiah pun tidak punya pilihan selain melemah.

Selain itu, pasar juga mencemaskan wacana amandemen Undang-undang (UU) BI. Salah satu opsi yang ada adalah kembalinya Dewan Moneter seperti masa Orde Baru.

Dewan Moneter memimpin, mengkoordinasikan dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan dengan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Nantinya, Dewan Moneter terdiri Menteri Keuangan sebagai ketua, satu orang menteri di bidang perekonomian, Gubernur BI dan Deputi Senior BI, serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika dipandang perlu, maka pemerintah dapat menambah beberapa orang menteri sebagai anggota penasihat Dewan Moneter.

"Memang ini masih wacana dan mungkin tidak semua hal yang beredar betul-betul tertuang dalam UU yang baru. Namun, kami menilai bahwa sejumlah pihak berpandangan ada nuansa selama ini bank sentral terlalu kuat dan berlindung di bawah UU BI yang sekarang. Masa pandemi seperti sekarang memantik kembali sentimen tersebut.

"Kami memperkirakan mungkin nantinya independensi bank sentral akan sedikit diturunkan. Ini akan menimbulkan pertanyaan, apakah Indonesia akan mengorbankan catatan kebijakan yang pruden selama 1-2 dekade terakhir?" papar Helmi Arman, Ekonom Citi, dalam risetnya.

Berbagai kegaduhan ini membuat investor berpikir ulang untuk masuk ke pasar keuangan Ibu Pertiwi. Pada akhirnya, rupiah yang menjadi 'tumbal' atas segala kegaduhan tersebut.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular