Melesat 2% Pekan Lalu, Harga Batu Bara Kembali ke Atas US$ 50

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
31 August 2020 08:35
A pile of coal is seen at a warehouse of the Trypillian thermal power plant, owned by Ukrainian state-run energy company Centrenergo, in Kiev region, Ukraine November 23, 2017. Picture taken November 23, 2017. REUTERS/Valentyn Ogirenko
Foto: REUTERS/Valentyn Ogirenko

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara mulai rebound pada pekan lalu setelah anjlok ke bawah US$ 50/ton dan menjadi level terendahnya dalam empat tahun. Namun sejatinya pasar juga masih lesu akibat pandemi Covid-19.

Pada Jumat (28/8/2020), harga batu bara termal Newcastle untuk kontrak yang aktif ditransaksikan ditutup di US$ 50,6/ton. Dalam sepekan harga batu bara naik 2,02%. Namun di sepanjang tahun ini, harga batu bara masih anjlok 26,72%.

Anjloknya harga batu bara tentu tak terlepas dari lemahnya permintaan terhadap komoditas ini. Lockdown yang masif diterapkan di banyak negara di dunia membuat konsumsi listrik terutama di sektor komersial dan industri turun.

Dalam rilis laporan terbarunya yang bertajuk Global Energy Review 2020, badan energi internasional (IEA) memperkirakan permintaan batu bara global diproyeksikan turun 8% dibanding tahun 2019. Ini merupakan penurunan paling tajam sejak perang dunia kedua (PD II).

IEA memperkirakan permintaan batu bara China sebagai konsumen terbesarnya di tahun ini bakal turun 5%. Penurunan permintaan batu bara juga akan dialami oleh negara-negara lain, seperti halnya India yang menjadi konsumen terbesar kedua setelah China.

Perlambatan aktivitas ekonomi global disertai dengan kelimpahan tinggi dan harga gas yang murah memicu banyak negara beralih dari batu bara ke gas.

Pandemi Covid-19 juga dimanfaatkan sebagai momentum untuk mendongkrak pangsa pasar sumber energi lain yang lebih ramah lingkungan. Hal ini banyak dilakukan di negara-negara terutama Eropa.

Di belahan dunia lainnya, permintaan batu bara akan menurun tajam pada tahun 2020. Bahkan di Asia Tenggara, wilayah dengan pertumbuhan tercepat dalam beberapa tahun terakhir, di mana pembangkit listrik tenaga batu bara dibatasi oleh permintaan listrik yang lebih rendah, terutama di Malaysia dan Thailand.

"Kami juga memperkirakan penurunan permintaan batu bara yang signifikan di negara-negara maju: sebesar 25% di Amerika Serikat, sekitar 20% di Uni Eropa, dan 5% hingga 10% di Korea dan Jepang." tulis IEA dalam laporannya.


Demand Coal
Change in Coal Demand

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Batu Bara Kembali Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular