
Disuntik The Fed, IHSG & SBN Beda Jalan

Jakarta, CNBC Indonesia - Sama-sama mengikuti sentimen global,pasar saham dan obligasi nasional sepekan ini berakhir berlawanan arah. Indeks bursa saham menguat sedangkan harga acuan obligasi justru melemah.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Jumat (28/8/2020) ditutup di zona merah di detik terakhir perdagangan, dengan melemah 0,46% ke level 5.346,65. Koreksi tu tak cukup membendung laju penguatan mingguan, di mana IHSG terhitung melesat 1,4% atau 73,85 poin dari posisi akhir pekan lalu 5.272,81.
Penguatan terjadi menyusul aksi beli investor domestik, sementara investor asing cenderung obral saham. Berdasarkan data RTI, sepanjang pekan ini asing mencatatkan jual bersih (net sell) sebesar Rp 3,16 triliun di pasar reguler. Nilai transaksi sepekan mencapai Rp 47,2 triliun.
Namun demikian, pasar obligasi justru tertekan yang terlihat dari kenaikan imbal hasil (yield) obligasi bertenor 10 tahun yang menjadi acuan (benchmark) di pasar. Imbal hasil surat utang seri FR0082 tersebut naik 13,1 basis poin menjadi 7,2%.
Imbal hasil bergerak berkebalikan dari harga obligasi, sehingga kenaikan imbal hasil tersebut mengindikasikan koreksi harga. Demikian juga sebaliknya. Perhitungan imbal hasil dilakukan dalam basis poin yang setara dengan 1/100 dari 1%.
Keputusan bos bank sentral Amerika Serikat (AS) Jerome Powell yang mengumumkan pendekatan baru terhadap inflasi dan angka pengangguran dalam kebijakan moneternya memberikan efek berbeda terhadap pasar obligasi dan saham negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dalam pidatonya secara virtual, bank sentral terkuat AS itu mengindikasikan bahwa inflasi di atas 2% akan ditolerir "untuk beberapa waktu", dalam arti tak otomatis diikuti kenaikan suku bunga acuan.
Bagi aset pendapatan tetap seperti obligasi, inflasi tinggi merupakan musuh utama yang menggerus imbal hasil investor. Namun ketika suku bunga acuan tetap rendah maka keuntungan riil (real return) pun semakin tergerus.
Sebaliknya bagi bursa saham, suku bunga rendah yang dikombinasikan dengan suntikan likuiditas bank sentral ke pasar keuangan akan memicu limpahan dana panas yang bakal menyerbu bursa saham negara berkembang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Jatuh Lagi ke Bawah 7.000