
Tanpa Ampun, Corona Libas Laba Bank-bank Raksasa di ASEAN

Jakarta, CNBC Indonesia - Senasib terdampak pandemi covid-19, begitulah kondisi perbankan besar di kawasan Asia Tenggara. Laba bersih bank-bank raksasa di kawasan tenggara Asia ini, tergerus karena pendapatan dari kredit merosot.
Sejak awal virus corona menjadi pandemi global, para analis memang sudah memprediksi bahwa sektor keuangan akan menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh nCov-19.
Perlambatan karena berhentinya sebagian besar aktivitas ekonomi, membuat perusahaan maupun individu menyetop penarikan kredit dari bank untuk ekspansi.
Disisi lain, masyarakat akan lebih berhemat dan lebih memilih menahan dana di bank. Tentu saja ini menjadi beban bagi bank, karena harus membayarkan bunga kepada nasabah.
Selanjutnya di tengah kesulitan tersebut, kredit-kredit sebelumnya juga akan meningkat potensi gagal bayarnya, hal ini tentu saja akan meningkatkan rasio kredit bermasalah alias Non-Performing Loan (NPL).
Kemudian sesuai dengan standar akuntansi global International Financial Reporting Standard 9 (IFRS), sektor finansial wajib meningkatkan pencadagan (provision) terhadap hampir seluruh kreditnya, karena bisa dikatakan hampir seluruh kredit yang diberikan bank resikonya bertambah dan hal ini tentunya akan menggerus laba perusahaan.
Dari bank-bank terbesar di negara-negara anggota ASEAN seperti Singapura, Thailand, Indonesia, dan Filipina yang sudah merilis laporan keuangan semester pertama terpantau semuanya mengalami penurunan laba.
Tercatat bank terbesar di Asia Tenggara DBS Bank laba bersihnya terpaksa terpangkas 26% dari posisi semester pertama tahun lalu di angka 3,2 miliar SGD menjadi hanya 2,4 miliar SGD.
"Ini adalah kuartal yang berat, kami masih akan bersikap hati-hati maka kami memutuskan untuk kembali meningkatkan rasio pencadagan." Ujar Chief Executive DBS Piyush Gupta dilansir dari Nikkei.
Pencadangan DBS sendiri naik 5 kali lipat dari tahun lalu ke angka 1,94 miliar SGD. Pencadagan ini sendiri adalah dana yang dipersiapkan oleh bank untuk mengantisipasi kalau kredit bermasalah di masa mendatang.
Untuk menjaga kondisi keuanganya tetap sehat, OJK-nya Singapura bahkan menyarankan perbankan untuk mengurangi pembagian dividen terlebih dahulu menjadi 60% dari tahun 2019.
Kebijakan ini juga dibuat oleh otoritas keuangan Singapura agar perbankan bisa berfokus untuk meminjamkan dananya ke rumah tangga maupun korporasi untuk menggerakan roda perekonomian setelah Produk Domestik Bruto (GDP) Negara Singa anjlok 12,6% pada kuartal kedua.
Hal yang serupa ternyata huga terjadi di Thailand dimana otoritas keuangan Negara Gajah memerintahkan perbankanya untuk menahan pembelian kembali saham (buyback) dan pemberian dividen.
Penurunan laba bersih perbankan Thailand sendiri lebih parah daripada Singapura seperti Kasikorn Bank yang laba bersihnya anjlok 52% pada semester pertama dan Bangkok Bank yang labanya terpangkas 41%. Lagi-lagi kenaikan tingkat pencadangan yang menjadi alasan terpangkasnya keuntungan bank-bank tersebut.
Dari dalam negeri, sebenarnya kondisi perbankan lokal tidak separah negara tetangga. Tercatat pada semester pertama laba bersih Bank BCA 'hanya' anjlok 5% meskipun tingkat pencadangan BCA meningkat hingga 167% pada kuartal kedua.
Sedangkan kondisi paling parah di derita oleh bank terbesar Filipina yakni BDO Unibank. Laba bersih Unibank terpangkas hingga 78% pada semester pertama 2020. Bahkan untuk kuartal kedua 2020 Unibank terpaksa membukukan rugi bersih sebesar 4,4 miliar peso Filipina.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Joss! 4 Bank Ini Kebal Corona, Ternyata Ini Rahasianya
